Showing posts with label Artikel Kependidikan. Show all posts
Showing posts with label Artikel Kependidikan. Show all posts

Monday, June 22, 2020

Bahasa, Budaya dan Jiwa Bangsa (Linguistik Kognitif sebagai Filsafat di dalam Bahasa)


Bahasa, Budaya dan Jiwa Bangsa
(Linguistik Kognitif sebagai Filsafat di dalam Bahasa)

Bahasa mencerminkan pikiran, pikiran mencerminkan budaya, budaya mencerminkan orangnya. Artinya, bahasa yang dikeluarkan seseorang baik disadari atau tidak merupakan jelmaan dari pikiran (scheme) dan persepsi budaya terhadap sesuatu (image) (Hitomi, 2006). Oleh karena itu, sebuah kata bisa memiliki image yang berbeda di daerah geografis dan atau daerah budaya yang berbeda meskipun memiliki kedudukan dan arti yang sama. Misalnya, kata “kau/engkau”, meskipun sama-sama memiliki kedudukan sebagai kata ganti dan sama-sama memiliki arti sebagai orang kedua tunggal, imagenya berbeda berdasarkan tempat dan konteks penggunaan kata tersebut.
Di dalam konteks ceramah/khutbah/dakwah, kata “kau/engkau” bisa dikatakan tidak mengandung image negatif karena pada umumnya terjemahan orang kedua di dalam ayat Al-Quran dan Hadits ke dalam bahasa Indonesia sering menggunakan kata tersebut. Serupa dengan konteks dakwah, dalam konteks sosial, di Palembang/Pekan Baru (konteks budaya Melayu), kata “kau” juga tidak mengandung image negatif sehingga sangat lazim digunakan. Sebaliknya, dalam konteks sosial di Sumatra Barat (budaya Minangkabau), kata “kau” memiliki image yang kurang baik/negatif. Makanya, ketika Anda bertanya menggunakan pertanyaan “kapan Kau datang?” kepada seorang teman Palembang/Pekan Baru. Anda akan mendapatkan jawaban yang layak, bahkan mungkin dilengkapi dengan sebuah senyuman manis. Akan tetapi, jika pertanyaan itu Anda ajukan kepada seorang teman Sumatra Barat, hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi; pertama, Anda mendapatkan jawaban tidak menyenangkan, kedua, Anda diabaikan. 

Filsafat Bahasa dalam Budaya Minangkabau: Peran Filsafat dalam Pembelajaran Bahasa 4.0


Filsafat Bahasa dalam Budaya Minangkabau:
Peran Filsafat dalam Pembelajaran Bahasa 4.0

1.      Filsafat dan Bahasa
Dalam sejarah perkembangan filsafat, mulai dari zaman Yunani Kuno hingga saat ini, filsafat secara bahasa sering diterjemahkan dengan kata berpikir. Bahkan, salah satu ungkapan terkenal darlam filsafat menegaskan bahwa eksistensi manusia tergantung pada pikirannya, “aku ada karena aku berpikir”. Berpikir dalam konteks berfilsafat sangat berbeda dengan berpikir dalam konteks menggunakan perangkat/organ berpikir untuk bekerja begitu saja. Berpikir dalam konteks berfilsafat memiliki beberapa ciri utama yang menjadi pembeda antara berpiki filosofis dengan berpikir umum, yaitu: radikal, sistematis, logis, spekulatif, dan skeptis.
Pertama, berpikir radikal artinya berpikir dengan tuntas. Tuntas di sini maksudnya meninjau konsep hingga ke realitasnya. Jadi, konsep sebagai bagian dari produk pikiran harus dikukuhkan dengan bentuk-bentuk konkret. Kedua, berpikir sistematis artinya berpikir dengan menggunakan alur dan struktur berpikir yang teratur/terpola, baik secara deduktif maupun induktif. Ketiga, berpikir logis secara sederhana bisa diartikan dengan masuk akal.  Masuk akal berbeda dengan bisa diterima oleh orang lain. Masuk akal artinya jalan pikiran tersebut bisa ditelusuri oleh pikiran orang lain (umum).

Model SAP Nihongo Kanko (Bahasa Jepang Pariwisata) Berbasis Kearifan Lokal Sumatera Barat Tema Larang-Pantang


SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
(SAP)

Nama Bahan Kajian    : Larang-Pantang Konteks Sumatera Barat
Kode                           :
SKS                             : 2
Program Studi             : Pendidikan Bahasa Jepang
Pertemuan ke              : 2
Dosen                          : Hendri Zalman

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) Mata Kuliah Terkait KKNI:
LO: Mahasiswa mampu menulis teks transaksional tentang larang-pantang di Sumatera Barat.

Soft Skill/Karakter: Aktif, kreatif, kolaboratif, komunikatif.

Materi Pembelajaran:
Materi pada pertemuan ini dikemas ke dalam topik utama “Larang-Pantang”. Topik ini dikembangkan berdasarkan kontekstual Minangkabau. Akan tetapi, ditulis dengan menggunakan bahasa Jepang. Oleh karena itu, “larang-pantang” ini tidak dibahas sebagai kerarifan lokal, hanya sebagai pengenalan beberapa aktivitas yang dilarang di wilayah budaya Minangkabau. Garis besar materi ini dikelompokkan menjadi; 1) teks model 1: teks transaksional tentang larang-pantang, 2) teks model 2: kalimat larangan, 3) konstruksi kebahasaan kalimat larangan dalam bahasa Jepang, 4) konstruksi teks teks transaksional larang-pantang dalam bahasa jepang.

Tuesday, June 9, 2020

STRATEGI PEMRODUKSIAN BAHASA YANG BERPOTENSI MEMUNCULKAN KESALAHAN: Kesalahan Modifikasi Doushi pada Tes Bunpo Mahasiswa


LANGUAGE PRODUCTION STRATEGY WHICH POTENTIALLY CAUSING  ERROR IN JAPANESE:
Modification Error in Students’ Doushi in Bunpo Test

STRATEGI PEMRODUKSIAN BAHASA YANG BERPOTENSI MEMUNCULKAN KESALAHAN:
Kesalahan Modifikasi Doushi pada Tes Bunpo Mahasiswa
Hendri Zalman
Prodi Pendidikan Bahasa Jepang FBS UNP
Jln. Prof. Hamka Air Tawar Padang
                                            
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena penelitian analisis kesalahan berbahasa Jepang di Indonesia yang selalu mengindikasikan pada faktor interferensi bahasa ibu dan faktor kompetensi sebagai penyebab kesalahan. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk membuktikannya dan menemukan penyebab kesalahan berbahasa dari sisi mahasiswa, yaitu strategi yang dilakukan mahasiswa ketika memroduksi bahasa (modifikasi doshi). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab kesalahan mahasiswa dalam memodifikasi doshi ada (3) tiga fakor: performansi, kompetensi, dan faktor generalisasi (strategi mahasiswa)
Keywords: strategi pemroduksian bahasa, error, performansi, kompetensi, generalisasi.

Teks utuh cek di:

PENDIDIKAN 4.0 DAN PEMBELARAN BAHASA JEPANG BERBASIS TEKS


PENDIDIKAN 4.0
DAN PEMBELARAN BAHASA JEPANG BERBASIS TEKS
(Hendri Zalman, Prodi Pendidikan Bahasa Jepang UNP)
Disajikan pada Minasan 1 (Seminar Nasional Bahasa Jepang 1) "Inovasi Pembelajaran Bahasa Jepang Serta Implementasinya menjawab Tantangan RI 4.0 (prosiding Seminar nasional Bahasa Jepang (MINASAN I) 2019".
https://scholar.google.co.id/citations?user=t9fHgkMAAAAJ&hl=en#d=gs_md_cita-d&u=%2Fcitations%3Fview_op%3Dview_citation%26hl%3Den%26user%3Dt9fHgkMAAAAJ%26citation_for_view%3Dt9fHgkMAAAAJ%3AZph67rFs4hoC%26tzom%3D-420 

Abstrak
Artikel “Pendidikan 4.0 dan Pembelajaran Bahasa Jepang Berbasis Teks” ini dilatarbelakangi oleh fenomena trend internasional, khsusunya revolusi industri 4.0 dan lahirnya kurikulum 2013. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan hakikat perubahan kurikulum 2013 sebagai bagian dari proses pengembangan kurikulum menuju formula yang lebih baik, serta dampaknya terhadap pembelajaran berbahasa asing, terutama bahasa Jepang penutur Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik analisis data deskriptif-analitis. Adapun pembahasan pada artikel ini dipusatkan pada; trend revolusi industi 4.0 dan pendidikan 4.0, kurikulum 2013 dan refleksi pembelajaran bahasa 4.0, dan pembelajaran bahasa Jepang berbasis teks. Pembahasan artikel ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi pengajar dan calon pengajar bahasa Jepang penutur Indonesia. 

Kata kunci: revolusi industri 4.0, pendidikan 4.0, kurikulum 2013, pembelajaran berbasis teks

Saturday, November 25, 2017

REKONSTRUKSI PEMBELAJARAN BERBAHASA JEPANG TEMATIK INTEGRATIF



REKONSTRUKSI PEMBELAJARAN BERBAHASA JEPANG
TEMATIK INTEGRATIF

Hendri Zalman, S.Hum., M.Pd.
(Program Pendidikan Bahasa Jepang)
Dimuat di prosiding seminar nasional “Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran Bahasa Jepang di Jurusan Bahasa dan Sastra Jepang UNAND-2017”

Makalah ini dilatarbelakangi oleh fenomena perkembangan kurikulum di Indonesia dan pendekatan yang direkomendasikan, seperti pendekatan CBSA, pendekatan kompetensi, pendekatan scientific, hingga pendekatan tematik integratif. Perkembangan ini menimbulkan kegelisahan di kalangan pendidik karena harus melakukan rekonstruksi terhadap mata pelajaran/kuliah yang diampu. Berangkat dari fenomena di atas, makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang bagaiamana merancang rekonstruksi pembelajaran berbahasa Jepang, khususnya dengan menggunakan pendekatan tematik integratif. Pembahasan di dalam makalah ini diharapkan mampu memberikan pertimbangan dan arah bagi guru/dosen dalam melakukan rekonstruksi terhadap mata pelajaran/kuliah ke depan, khususnya dengan menggunakan pendekatan tematik integratif.

Keywords: kurikulum, pendekatan, tematik integratif, rekonstruksi.

Wednesday, August 9, 2017

Analisis Kesalahan Modifikasi Doushi Renyoukei pada Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Jepang FBS UNP Tahun Masuk 2014



(Diterbitkan pada Jurnal Puitika, FBS Unand pada 2016)

Penelitian yang berjudul “Analisis Kesalahan Modifikasi Doushi Renyoukei pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang FBS UNP Tahun Masuk 2014” ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan pada modifikasi kata kerja bahasa Jepang yang dilakukan oleh pembelajar bahasa Jepang penutur Indonesia. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan teknik pengolahan data deskriptif. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 dengan mengambil sampel 28 orang mahasiswa tahun masuk 2014 Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang, Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. Hasil penelitian ini dijabarkan dengan 3 (tiga) rumusan, yaitu; bentuk kesalahan, jenis kesalahan, penyebab kesalahan. Pertama, dari segi bentuk, ditemukan fakta bahwa kesalahan yang dilakukan sampel berada pada tataran morfologis (proses pembentukan kata) dan sintaksis (proses modifikasi kata setelah melewati proses gramatikal). Kedua, dari segi jenis, jenis kesalahan didominasi oleh jenis mistake yang cukup menarik karena cenderung teratur mengikuti pola-pola tertentu. Ketiga, dari segi penyebab, kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar pada penelitian ini disebabkan oleh faktor metodologi, seperti faktor metode drill dan terjemahan, serta kurangnya variasi sumber pembelajaran (buku ajar/buku teks). Temuan/hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu guru/dosen bahasa Jepang untuk mengidentifikasi potensi-potensi yang dimiliki oleh kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga bisa dijadikan acuan untuk proses perbaikan metodologi pembelajaran berbahasa Jepang pada masa yang akan datang. 


Kata Kunci: Analisis Kesalahan, Modifikasi, Doushi Renyoukei, morfologis, sintaksis, mistake, error.

Wednesday, September 2, 2015

Peran Penyelenggara Program Bahasa dan Budaya Asing dalam Menyonsong Abad 21


Diterbitkan di Prosiding Seminar Nasional Budaya Etos Kerja Masyarakat Jepang pada Peringatan 25 Tahun Universitas Bung Hatta-2015

A.   Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat mendorong perkembangan hubungan sosial antara individu, kelompok, dan antar bangsa-bangsa di dunia. Dari sini terjalinlah hubungan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain dalam berbagai kepentingan, khususnya terkait bidang industrialisasi. Negara maju yang bertindak sebagai produsen membutuhkan negara berkembang untuk terus berkreasi dan berinovasi mengembangkan produknya. Sebaliknya, negara berkembang juga membutuhkan produk-produk dari negara maju tersebut untuk bisa memajukan diri menjadi lebih baik pada masa mendatang.

Monday, April 6, 2015

Strategi Proses Bahasa yang Berpotensi Memunculkan Error (Analisis Kesalahan Penggunaan Kata Kerja Bentuk “Ta” pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang UNP Angkatan 2012)



A.   Pendahuluan
Kata di dalam bahasa Jepang terdiri dari 6 (enam) kelas kata. Kelas kata tersebut adalah; 1) kata benda (meishi), 2) partikel (joshi), 3) kata keterangan (fukushi), 4) kata kerja (doshi), kata sifat (keiyoshi), dan kopula (jodoshi). Keenam kelas kata ini lalu dikelompokkan menjadi dua, yaitu; kelompok kelas kata yang mengalami perubahan bentuk, dan kelas kata yang tidak mengalami perubahan bentuk.
Meishi, joshi, dan fukushi adalah kelompok kelas kata yang tidak mengalami perubahan bentuk. Sedangkan doshi, keiyoshi, dan jodoshi termasuk ke dalam kelompok kata yang mengalami perubahan bentuk. Di antara 3 (tiga) kelas kata yang mengalami perubahan bentuk, doshi adalah yang mengalami paling banyak perubahan sehingga memiliki potensi yang tinggi terhadap kesalahan dalam penggunaannya.

Thursday, December 18, 2014

Individualisme dan Budaya Jepang

Bahasa dan budaya Jepang telah melintasi berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Di samping keberadaan Jepang dalam sejarah Indonesia, keberadaan film Oshin, anime/manga (Dora Emon, Dragon Ball, Naruto, One Piece), dan Harajuku style memang terasa sekali pengaruhnya. Hampir semua anak muda di Indonesia mengetahui Oshin, menyukai anime/manga di atas. Bahkan, sangat banyak anak muda Indonesia yang mengganti stylenya meniru Harajuku style.
Disadari atau tidak, hal-hal tersebut tentu meningkatkan ketertarikan mereka terhadap bahasa dan budaya Jepang. Hal ini terbukti dengan terus meningkatnya jumlah pembelajar bahasa Jepang di Indonesia. Saat ini, dari seluruh negara di dunia, jumlah pembelajar bahasa Jepang di Indonesia berada pada rangking 2 (dua) setelah China. Hal ini tentu menjadi perhatian serius bagi pemerintah Jepang. Perhatian tersebut mereka wujudkan lewat pengiriman siswa dan guru/dosen bahasa Jepang untuk belajar ke Jepang, mengirimkan tenaga ahli bahasa dan budaya Jepang ke Indonesia untuk membantu guru/dosen, dan lain sebagainya.

Thursday, October 23, 2014

Metode Pembelajaran Bahasa Asing dan Pembentukan Karakter di Jepang



The Japan Fondation, Divisi Pendidikan
Pengurus Pendidikan Menengah Wilayah Sumatera
Tomoya Mitsumoto

Angka melanjutkan ke PT di Indonesia dalam 10 tahun ini menunjukkan peningkatan 2 kali lipat. Pada 2004 berada pada angka 17%, dan 2014 pada 32%. Peningkatan kuantitas melanjutkan ke PT ini baik, namun, saat ini kualitas adalah hal yang sangat penting. Kualitas pendidikan poinnya terletak pada kualitas pembelajaran, bagaimana mengajar, dan di atas itu, bagaimana belajar.
Sehubungan dengan itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, mari kita lihat kembali proses pembelajaran bahasa aing dari masa tradisional hingga masa modern sekarang ini.

Friday, May 17, 2013

Jangan Ada Malas Di Antara Kita (Refresh Niat Belajar dan Mengajar)

Semenjak Taman Kanak-Kanak, kepada kita diperkenalkan sebuah pribahasa, yaitu “rajin pangkal pandai, malas pangkal bodoh”. Melalui pribahasa ini, di dalam diri kita ditanamkan kepercayaan bahwa rajinlah syarat utama menjadi pandai, dan malaslah masalah yang harus diatasi jika tidak ingin menjadi manusia bodoh. Secara teoritis, ajaran ini berhasil. Karena, tidak ada satu orangpun yang bisa menyangkal pesan pribahasa ini. Namun, secara praktis tidaklah demikian. Artinya, jika kita analogikan pada sebuah tes, maka pribahasa ini sama seperti tes di atas kertas yang bisa dijawab oleh seluruh siswa. Akan tetapi, siswa tidak bisa menemukan poinnya di dunia nyata. Mengapa? Apa yang salah? Satu hal yang harus diingat, kita harus terus-menerus mencari tahu, tapi tidak boleh menyalahkan pribahasa, apa lagi menyalahkan guru.

Wednesday, May 15, 2013

Strategi Proses Bahasa yang Berpotensi Memunculkan Error (Analisis Awal tentang Kesalahan Penggunaan Kata Kerja Bentuk “Ta” pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang UNP Angkatan 2012)



A.   Pendahuluan
Kata di dalam bahasa Jepang terdiri dari 6 (enam) kelas kata. Kelas kata tersebut adalah; 1) kata benda (meishi), 2) partikel (joshi), 3) kata keterangan (fukushi), 4) kata kerja (doshi), kata sifat (keiyoshi), dan kopula (jodoshi). Keenam kelas kata ini lalu dikelompokkan menjadi dua, yaitu; kelompok kelas kata yang mengalami perubahan bentuk, dan kelas kata yang tidak mengalami perubahan bentuk.
Meishi, joshi, dan fukushi adalah kelompok kelas kata yang tidak mengalami perubahan bentuk. Sedangkan doshi, keiyoshi, dan jodoshi termasuk ke dalam kelompok kata yang mengalami perubahan bentuk. Di antara 3 (tiga) kelas kata yang mengalami perubahan bentuk, doshi adalah yang mengalami paling banyak perubahan sehingga memiliki potensi yang tinggi terhadap kesalahan dalam penggunaannya.

Wednesday, October 24, 2012

Penggunaan Teknik 5W + 1H di dalam Pembelajaran Menulis Sakubun (Studi Eksperimen terhadap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Fakultas Bahasa dan Seni Jurusan Bahasa dan Sastra Asing Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Tahun Akademik 2008)

(Ditampilkan pada seminar nasional pembelajaran bahasa Jepang di Unand, Padang 2012)

A.    Pendahuluan
Di dalam pembelajaran berbahasa, menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dianggap paling sulit.  Oleh karena itu, baik di dalam pembelajaran bahasa pertama maupun kedua, menulis sering menjadi momok menakutkan.  Bahkan, guru pun banyak yang enggan mengampu mata kuliah menulis karena besarnya beban yang terkandung dalam aktivitas menulis.   Seperti yang dikatakan oleh Sutedi (2008) perihal menulis karangan di dalam bahasa Jepang. 

Sunday, October 14, 2012

Analisis Tes Bahasa Jepang (Mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia Fakultas Bahasa Sastra dan Seni Universitas Negeri Padang Semester Genap Tahun Akademik 2006


I.        Pendahuluan
Hasibu qabla antuhasabu,  hitunglah dirimu sebelum menghitung orang lain.  Ungkapan yang terkenal di jazirah Arab ini awalnya merupakan anjuran agar sebagai manusia kita dianjurkan untuk memeriksa diri sendiri sebelum memeriksa orang lain dalam konteks keagamaan.  Akan tetapi, pada hakikatnya ajaran yang disampaikan ini bisa diterapkan di seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan.  Pendek kata, sebagai guru, sudah seharusnya kita menilai dulu dir kita dalam artian mampersiapkan segala sesuatunya sebelum mengajar, sebelum nantinya menyalahkan siswa karena tidak bisa menjadi atau mencapai seperti apa yang kita kriteriakan.  Terutama dalam hal persiapan sebelum mengajar dan pada tahap evaluasi atau penilaian.  Kita sudah seharusnya memastikan tes yang kita buat baik sebelum menjadikannya sebagai acuan untuk mematok kemampuan siswa.  

Saturday, October 13, 2012

Institut Nasional Syafei Kayu Tanam (Talenta yang Terlupa)

A.   PENDAHULUAN
Nan lumpuah pahuni rumah       : yang lumpuh penghuni rumah
Nan buto pahambuih saluang     : yang buta peniup saluang (alat
                                                      untuk peniup api perapian yang
                                                      terbuat dari bambu)
Nan pakak palapeh badia          : yang tuli penekan pelatuk
                                                      Senapan

Setidaknya ada tiga pesan yang bisa ditangkap dari ungkapan adat Minangkabau di atas, yaitu:

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN PENGIMPLEMENTASIANNYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA JEPANG (Sebuah Tinjauan Awal)

Abstrak
Pada dasarnya, pendekatan kontekstual bertujuan untuk mendekatkan siswa dengan dunia nyata. Artinya, dengan pendekatan kontekstual siswa diharapkan bisa merasakan langsung manfaat praktis dari materi-materi yang dia pelajari. Hal ini bisa dilihat dari unsur-unsur pendekatan kontekstual, yaitu; konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Oleh karena itu, tulisan ini mengulas perangkat-perangkat pembelajaran berbahasa Jepang dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Perangkat tersebut adalah; silabus konteks, media audio-video, metode kolaboratif, pembelajaran berbasis teks.
Kata Kunci: Kontekstual., Konteks., Kolaboratif., Teks.        
(Ditampilkan pada seminar nasional dan lokakarya pembelajaran bahasa Jepang yang kreatif dan inovatif di UNP, Padang 2013)

Saturday, April 14, 2012

Revieu terhadap "MKDU Bahasa Indonesia Gagal: Studi Kasus Penulisan Skripsi"


A.    Renungan Filantropis

Ini merupakan salah satu tugas yang paling saya sukai sekaligus paling saya benci selama kuliah dengan Prof. Dr. Chaedar Alwasilah.  Saya benci karena tugas ini mengingatkan pada ungkapan khas Urang Awak, “bak bilah panggiriak basi, bilah ka tingga bilah juo, tuah tahimpik sajak dulunyo” .  Artinya, saya merasa seperti orang yang disuruh melubangi besi dengan bilah (bambu), yang mana saya adalah bilahnya, dan si pemberi tugas adalah besinya.  Mungkinkah bilah akan bisa melakukan tugasnya? Kata teman saya mungkin, tapi sulit diketahui kapan selesainya.  Anehnya, saya selalu menyelesaikan tugas yang saya benci ini.
Belakangan saya merasa mendapatkan sesuatu, ternyata kedongkolan saya itu malah menjadi kekuatan di bawah sadar yang memunculkan hal-hal aneh atau ide-ide liar dalam menuntaskan tugas-tugas tersebut.  Di sini pula saya mulai merasakan arti pesan “Tahimpik nak di ateh, takuruang nak di lua”, yang ternyata sangat membantu saya dalam menyelesaikan tugas seperti ini.  Akhirnya, dengan berat hati saya katakan, mohon maaf, saya sering membayangkan ingin menghajar Bapak ketika mengerjakan tugas-tugas seperti ini.  Mudah-mudahan, dengan izin-Nya, tulisan yang ini bisa melakukannya, atau paling tidak bisa menggelitik perasaan akedemik pembaca.

Analisis Tes Bahasa Jepang Mahasiswa Bahasa Jepang Universitas Negeri Padang Semester Genap Tahun Ajaran 2010

I.    Pendahuluan

Hasibu qabla antuhasabu,  hitunglah dirimu sebelum menghitung orang lain.  Ungkapan yang terkenal di jazirah Arab ini awalnya merupakan anjuran agar sebagai manusia kita dianjurkan untuk memeriksa diri sendiri sebelum memeriksa orang lain dalam konteks keagamaan.  Akan tetapi, pada hakikatnya ajaran yang disampaikan ini bisa diterapkan di seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan.  Pendek kata, sebagai guru, sudah seharusnya kita menilai dulu dir kita dalam artian mampersiapkan segala sesuatunya sebelum mengajar, sebelum nantinya menyalahkan siswa karena tidak bisa menjadi atau mencapai seperti apa yang kita kriteriakan.  Terutama dalam hal persiapan sebelum mengajar dan pada tahap evaluasi atau penilaian.  Kita sudah seharusnya memastikan tes yang kita buat baik sebelum menjadikannya sebagai acuan untuk mematok kemampuan siswa.  

Prinsip dan Isu dalam Pengembangan Desain Kurikulum

A.    Pendahuluan

“Ganti mentri ganti kurikulum mah udah lagu komtemporernya dunia pendidikan kita, cuek aja, paling yang dibahas itu-itu juga”.   “Kurikulum? Itu kan urusannya si pembuat kebijakan, urusan kita mah di kelas”. “Mau KBK, KTSP, dan lainnya, kenyataannya mah itu-itu juga, cuma beda pendekatan dalam pembelajaran doang” .  Beda pendekatan? ah...paling cuma tukar nama”, toh di kelas pun pendekatan itu tergantung kita-kitanya”.
Kutipan di atas adalah “bisik-bisik” yang terjadi di kalangan guru yang bisa juga diartikan sebagai tanggapan ketika mendengar wacana tentang pengembangan dan peluncuran sebuah kurikulum baru.  Saya katakan ini “bisik-bisik” adalah karena pelakunya adalah para guru yang dalam konteks di atas terkesan enggan ketika diajak untuk membahas masalah pengembangan dan perubahan kurikulum.   Bagi mereka, kurikulum 1975 dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) nya sama saja dengan kurikulum 1984 dengan pendekan Keterampilan proses (KP).  Begitu juga dengan kurikulum 1994 yang sering kita kenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan Pendekatan Komunikatif (KP) nya, yang kemudian direvisi pada tahun 1996 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan Pendekatan Kontekstual (PK) nya adalah hal yang sama saja.  Beginilah informasi yang saya dengar langsung dalam sebuah diskusi lepas pada seminar pengembangan kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Padang (1997).