(Ditampilkan pada seminar nasional pembelajaran bahasa Jepang di Unand, Padang 2012)
(Arikunto,
2010)
421
11819
2d =
11819
-
A. Pendahuluan
Di dalam pembelajaran berbahasa, menulis merupakan
salah satu keterampilan berbahasa yang dianggap paling sulit. Oleh karena itu, baik di dalam pembelajaran
bahasa pertama maupun kedua, menulis sering menjadi momok menakutkan. Bahkan, guru pun banyak yang enggan mengampu
mata kuliah menulis karena besarnya beban yang terkandung dalam aktivitas
menulis. Seperti yang dikatakan oleh
Sutedi (2008) perihal menulis karangan di dalam bahasa Jepang.
Di dalam pembelajaran bahasa Jepang, pembelajaran
menulis biasanya diaplikasikan pada mata kuliah hyoki (huruf hiragana dan
katakana), kanji (huruf kanji), bunpou (tata bahasa), dan mata kuliah sakubun.
Mata kuliah hyoki outputnya adalah hafalan huruf hiragana dan katakana. Mata kuliah kanji
adalah hafalan huruf kanji, bunpou adalah hafalan aturan struktur
kata dan pola kalimat. Sedangkan mata kuliah sakubun merupakan aplikasi dari ketiga mata kuliah sebelumnya. Outputnya
adalah berupa kalimat, paragraf, laporan, karangan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan keterangan di atas, bisa diasumsikan
bahwa mata kuliah hyoki, kanji, dan bunpo merupakan pembelajaran menulis yang sifatnya teoritis. Sedangkan sakubun
merupakan pembelajaran menulis yang sifatnya aplikatif. Meskipun demikian, dominasi aspek teoritis
ini terasa sekali dalam proses pembelajaran menulis sakubun yang seharusnya bersifat aplikatif. Lemahnya kemampuan aspek teoritsis
pembelajar, sering membuat pengajar seperti berada dalam situasi yang sulit,
karena harus meriveu kembali dua mata kuliah sekaligus (kanji dan bunpou).
Padahal, aspek teoritis dari aktivitas menulis
inilah yang disinyalir Alwasilah (2009) sebagai salah satu penyebab pembelajar
kurang berminat terhadap mata pelajaran menulis. Hal ini juga diungkapkan
Sutedi (2008) lewat pernyataan bahwa pengajar sering terlupa memperhatikan
aspek aplikatif dalam mengajarkan mata kuliah sakubun. Seperti aspek
perumusan ide tulisan, pengembangan, pengorganisasiannya ke dalam bentuk
tulisan. Padahal, hakikat dari menulis
sebagai keterampilan berbahasa itu sendiri adalah aktivitas penuangan ide,
perasaan, pengalaman ke dalam bentuk tertulis (Tarigan, 2008; Semi, 2008).
Oleh karena itu, pengajar mata kuliah sakubun semestinya berusaha untuk
merancang strategi pembelajaran sakubun
yang bisa memancing ide pembelajar ke
luar sehingga mereka jadi tidak bosan dengan masalah-masalah
teoritis. Sehubungan dengan itu, Setiawati
(2009) melalui tesisnya merekomendasikan pendekatan proses, Sutedi (2008)
mengetengahkan teknik kolaborasi dan media gambar beruntun, dan Dahidi (2008)
mengetengahkan penggunaan media sekaligus teknik modelling. Untuk memperkaya
penelitian perihal pembelajaran menulis pada aspek ide ini, penulis
melaksanakan studi eksperimen penggunaan teknik 5W + 1H.
B. Pembahasan
1. Kajian
Teori
Nurgiyantoro
(2009) mengatakan bahwa menulis dalam proses pembelajaran mesti digradasikan
dalam beberapa tingkatan. Yaitu; a)
menulis tingkat ingatan, b) menulis tingkat pemahaman, c) menulis tingkat
penerapan, d) menulis tingkat analisis ke atas.
Menulis tingkat ingatan (a) merupakan pembelajaran menulis untuk melihat
kemampuan pembelajar dalam mengingat sesuatu.
Sesuatu itu adalah input yang
harus dimiliki pembelajar sebelum menulis.
Sedangkan menulis tahap pemahaman (b) merupakan pembelajaran menulis untuk
melihat kemampuan pembelajar dalam memahami input
yang telah diberikan.
Selanjutnya,
menulis tingkat penerapan (c) merupakan menulis untuk melihat kemampuan
pembelajar dalam menuangkan gagasan, perasaan, pengalamannya ke dalam berbagai
bentuk atau jenis tulisan. Sedangkan
menulis tingkat analisis (d) ke atas adalah menulis untuk melihat kemampuan
berfikir ilmiah pembelajar. Oleh karena
itu, menulis tingkat analisis identik dengan pembelajaran menulis yang
dihubungkan langsung dengan penulisan karya ilmiah.
Di dalam bahasa
Jepang, Okazaki, Hayashi, Ogawa membagi tingkatan pembelajaran menulis itu ke
dalam tiga tingkatan. Yaitu; a) menulis
tingkat dasar (shokyu), b) menulis
tingkat menengah (chukyu), c) menulis
tingkat mahir (jokyu). Menulis tingkat shokyu (a) merupakan menulis untuk mengetahui kemampuan pembelajar
dalam mengingat input yang
diberikan. Input ini komponen utamanya mengacu kepada huruf hiragana dan kata kana, huruf kanji
dalam jumlah tertentu (300-an), kosa kata, dan kalimat yang juga dalam jumlah
tertentu.
Menulis tingkat chukyu (b) merupakan menulis untuk
mengetahui kemampuan pembelajar dalam mengaplikasikan input yang diperolehnya pada tingkat shokyu. Khusus untuk huruf kanji, ada penambahan kuantitas menjadi
lebih kurang 500-an buah huruf kanji.
Sedangkan menulis tingkat jokyu (c)
sangat mirip dengan menulis tingkat analisis seperti yang dibahas di atas. Bedanya, menulis pada tahap joukyu ini masih mengandung penambahan
huruf kanji yang jumlahnya 1000 buah huruf atau lebih.
Berdasarkan
keterangan dua ahli di atas, dapat diasumsikan bahwa pada hakikatnya menulis
itu menyangkut dua aspek kemampuan, yaitu kemampuan yang sifatnya teoritis dan
kemampuan yang sifatnya aplikatif.
Kemampuan teoritis mengacu kepada kemampuan penguasaan input (huruf, kosa kata, pola kalimat),
kemampuan aplikatif mengacu kepada kemampuan menuangkan ide, perasaan,
pengalaman ke dalam bentuk tulisan.
Artinya, kedua aspek tersebut mesti mendapat tempat dalam proses
pembelajaran menulis dalam bahasa apapun.
Di dalam proses
pembelajaran menulis berbahasa Jepang (sakubun),
kekuatiran terhadap aspek teoritis sering membuat pengajar terlena pada aspek
teoritis tersebut, dan mengabaikan aspek aplikatif (Sutedi, 2008:Makalah). Akibatnya, seperti yang dikatakan oleh
Setiawati (2006, Tesis) proses pembelajaran didominasi oleh pendekatan
produk. Produk tersebut juga didominasi
oleh contoh kalimat, sedikit sekali yang berupa contoh karangan. Berdasarkan hal tersebut, beberapa peneliti
mencoba mengetengahkan solusi melalui beberapa penelitian. Misalnya, Dahidi () merekomendasikan teknik modelling, Sutedi (2008) gambar beruntun
dan teknik kolaboratif, Setiawati (2009) pendekatan proses, dan Heniati (2006)
merekomendasikan teknik 5W + 1H.
Teknik 5W + 1H sebenarnya lebih banyak
berkembang dalam kegiatan menulis bidang jurnalistik. Syarat aktualitas, faktual, dan informatif
yang terkungkung oleh deadline yang
singkat, membuat wartawan butuh teknik khusus yang bisa mempermudah mereka
mengembangkan topik (peristiwa, objek) yang akan ditulis dan diterbitkan. Di
sisi lain, pembaca juga menginginkan tulisan yang informatif dan menarik. Informatif mengacu kepada kekayaan ide/
informasi, menarik mengacu kepada organisasi dan tatasaji tulisan yang teratur
sehingga enak dibaca dan mudah ditangkap pesannya. Motif inilah yang
memunculkan dan menumbuhkembangkan teknik 5W
+ 1H dalam dunia jurnalistik (Ermanto,).
Asseqaf (dalam
Ermanto, 2005) di dalam bahasa Indonesia menerjemahkan istilah 5W + 1H ini menjadi “asdibimega”. “A” adalah kata tanya apa, “si” adalah siapa,
“di” adalah di mana, “bi” adalah bilamana, “me” adalah mengapa, dan “ga” adalah
bagaimana. Jawaban dari kata tanya ini
merupakan informasi yang bisa dijadikan sebagai unsur-unsur dalam mengembangkan
sebuah ide pokok tulisan. Jadi, jika
jawaban dari kata tanya apa merupakan sebuah ide pokok, maka, jawaban kata
tanya lainnya merupakan unsur-unsur yang bisa dijadikan informasi
pendukung. Jika ada informasi pendukung,
tentunya kita akan lebih mudah untuk merumuskan arah tulisan, mengorganisasikan
pemikiran, dan menyajikannya ke dalam bentuk karangan.
Konsep kerja
teknik 5W + 1H yang sederhana di
atas, terbukti bisa mengatasi masalah dalam pembelajaran menulis karangan,
khususnya pada aspek aplikatif (Heniati, 2006: Tesis). Jadi, bisa diasumsikan bahwa teknik ini layak
untuk diterapkan dalam pembelajaran menulis. Baik untuk meningkatkan kemampuan
menulis aspek aplikatif, sekaligus untuk memberikan strategi alternatif dalam
rangka mengurangi kebosanan pembelajar terhadap aspek teoritis dalam
menulis. Karena seorang penulis pemula
biasanya tidak bermasalah dengan ide pokok tulisan, tetapi kebingungan ketika
memulai menulis (Alwasilah, 2009).
2. Hasil
Penelitian
Penggunaan
teknik 5W + 1H dalam pembelajaran
menulis sakubun ini merupakan studi
eksperimental dengan menggunakan satu sampel (eksperimen kuasi). Berdasarkan konsep dasar teknik ini, maka
sampel yang digunakan adalah mahasiswa tahun angkatan ketiga. Yaitu 20 orang mahasiswa yang sedang
mengambil mata kuliah sakubun chukyu. Karena, berada pada kelas, latar keilmuan,
dan sistem pembelajaran yang sama, maka diasumsikan sampel memiliki kemampuan
yang homogen.
Secara umum,
proses penelitian ini melalui tiga proses. Yaitu; pretest, treatment, dan posttest. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, di
samping pengadaan tes di awal dan di akhir, proses treatment juga dinilai dengan menggunakan catatan observasi. Sedangkan untuk menilai tanggapan pembelajar
mengenai penggunaan teknik 5W + 1H,
pembelajar diminta untuk mengisi angket yang sifatnya tertutup.
Pembahasan hasil
penelitian ini, dikelompokkan menjadi dua sub pokok bahasan. Yaitu; a) hasil
penelitian,
b)
pengujian hipotesis
a. Hasil Penelitian
Penelitian
eksperimental ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai bulan Juni 2011. Total pelaksanaan 6 kali pertemuan, yaitu, 2
kali tes (pretest dan posttest) dan 4 kali treatment. Pelaksana penelitian adalah
salah seorang pengajar di program studi pendidikan bahasa Jepang UNNES. Sampel
berjumlah 20 orang, mahasiswa tahun akademik 2008 (semester VI) program studi
pendidikan bahasa Jepang, FBS UNNES.
Untuk mengetahui
hasil penelitian ini, dilakukan pembahasan data pretes dan postes.
1) Deskripsi
Pretes
Untuk mengetahui
kemampuan mahasiswa sebelum mendapatkan treatment, dilakukan pretes. Data hasil pretes disusun berdasarkan lima
(5) kategori penilaian. Untuk lebih
jelasnya, bisa dilihat pada tabel berikut.
Tabel Distribusi frekuensi dan klasifikasi
kemampuan mahasiswa universitas negeri semarang dalam menulis sakubun saat pretes
Interval Skor
|
Frekuensi
|
Persentase
|
Nilai
|
Kemampuan
|
81 – 100
|
3
|
15%
|
A
|
Sangat Baik
|
66 – 80
|
6
|
30%
|
B
|
Baik
|
56 – 65
|
3
|
15%
|
C
|
Cukup
|
41 – 55
|
8
|
40%
|
D
|
Kurang
|
≥ 40
|
0
|
0%
|
E
|
Sangat Kurang
|
Dari tabel di
atas terlihat jelas kemampuan umum peserta tes sebleum mendapatkan
perlakuan. Terdapat 15% peserta (3
orang) yang memperoleh nilai A atau berkemampuan SANGAT BAIK, 30% peserta (6 orang)
memperoleh nila B (BAIK), 15% (3 orang) memperoleh nilai C (CUKUP), 40% (8
orang) memperoleh nilai D (KURANG), dan tidak ada dari peserta yang memperoleh
nilai E (SANGAT KURANG). Dari distribusi
frekuensi ini dapat diasumsikan bahwa kemampuan peserta sebelum mendapatkan
perlakuan berada pada klasifikasi KURANG (D).
2) Deskripsi
Postes
Untuk mengetahui
kemampuan mahasiswa sesudah mendapatkan treatment,
dilakukan postes. Data hasil pretes
disusun berdasarkan lima (5) kategori penilaian. Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat pada tabel
berikut.
Tabel Distribusi frekuensi dan klasifikasi
kemampuan mahasiswa universitas negeri semarang dalam menulis sakubun saat postes
Interval Skor
|
Frekuensi
|
Persentase (%)
|
Nilai
|
Kemampuan
|
81 – 100
|
9
|
45%
|
A
|
Sangat Baik
|
66 – 80
|
10
|
50%
|
B
|
Baik
|
56 – 65
|
1
|
5%
|
C
|
Cukup
|
41 – 55
|
0
|
0%
|
D
|
Kurang
|
≥ 40
|
0
|
0%
|
E
|
Sangat Kurang
|
Dari tabel di
atas terlihat jelas kemampuan umum peserta tes sebleum mendapatkan
perlakuan. Terdapat 45% peserta (9
orang) yang memperoleh nilai A atau berkemampuan SANGAT BAIK, 50% peserta (10
orang) memperoleh nila B (BAIK), 5% peserta (1 orang) memperoleh nilai C
(Cukup). Tidak ada peserta yang
memperoleh nilai D (KURANG) dan nilai E (SANGAT KURANG). Dari distribusi frekuensi ini dapat
disimpulkan bahwa kemampuan peserta setelah mendapatkan perlakuan berada pada
klasifikasi BAIK (B).
b. Pengujian
Hipotesis
Hipotesis di
dalam penelitian ini terdiri dari hipotesis nol (H0) dan hipotesis
kerja (Hi). Selanjutnya,
kedua hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut;
Hi teknik 5W + 1H efektif untuk
pembelajaran sakubun.
H0 teknik 5W + 1H tidak efektif untuk pembelajaran
sakubun.
Hi >
H0 Hi dinyatakan
diterima
Hi > H0 Hi dinyatakan ditolak
Untuk
membuktikan rumusan hipotesis di atas, data penelitian diolah dengan
menggunakan rumus;
Dari deskripsi data
diketahui;
N 20 Db 19
Maka,
Md =
= 21,05
=
11819
– 443,10
=
11375,90
Jadi, nilai t-hitung;
t-hitung
3,85.
Berdasarkan
penghitungan dengan menggunakan rumus di atas, didapat nilai t-tes 3,85. Sedangkan nilai t-tabel pada db 19 adalah
2,09 pada taraf signifikansi 5%, dan 2, 86
pada taraf signifikansi 1%. Jika
nilai t-hitung dan nilai t-tabel ini dugabungkan, akan didapat gambaran
berikut;
2,09 < 3,85
> 2,86
Menurut rumusan
hipotesis sebelumnya, gambaran perbandingan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel
di atas sudah bisa digunakan untuk mengambil kesimpulan. Yaitu, hipotesis kerja (Hi)
diterima, dan hipotesis nol (H0) ditolak. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa
teknik 5W + 1H efektif untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menulis sakubun.
Efektifitas teknik ini berada pada taraf signifikansi 1%.
c. Analisis
Hasil Penelitian
Meskipun hasil
penghitungan secara statistik menunnjukkan bahwa teknik 5W + 1H efektif untuk
meningkatkan kemampuan menulis sakubun.
Hasil ini tetaplah hasil penelitian yang sifatnya umum. Untuk mengetahui detailnnya, maka perlu
dilakukan peninjauan pada setiap aspek penilaian yang digunakan. Aspek mana yang menunjukkan efektifitas, dan
aspek mana yang menunjukkan tidak adanya efektifitas.
Dari keempat
aspek yang dinilai, peningkatan kemampuan hanya terjadi pada aspek isi dan alur
penceritaan karangan (aspek
praktis). Sedangkan pada aspek kosakata dan aspek
kalimat (aspek teoritis), tidak terjadi peningkatan kemampuan. Untuk lebih jelasnya, dijabarkan sebagai
berikut;
1) Aspek
Kosakata
Hasil
penghitungan nilai t pada aspek kosakata menunjukkan angka 1,14. Angka ini jelas berada di bawah nilai t-tabel
yang berada pada angka 2,09 pada taraf signifikansi 5%, dan 2,86 pada taraf
signifikansi 1%. Oleh karena itu, bisa
disimpulkan bahwa teknik 5W + 1H tidak efektif untuk meningkatkan kemampuan
menulis pada aspek kosa kata.
Kesalahan yang
terjadi tidak hanya perihal pemilihan kata yang tepat secara struktur, tetapi
juga masalah pembentukan kata secara morfologis. Misalnya, bisa dilihat pada kalimat “Ima, nihongo o benkyoushiteiru. Nihongo o
benkyou surukoto wa tanoshimu”. Kata yang digaris-bawahi merupakan
contoh pemilihan kata yang salah secara struktur. Seharusnya, kalimat tersebut ditulis “Ima, nihongo o benkyoushiteiru. Nihongo o
benkyou surukoto wa tanoshii”.
Secara sintaksis,
kata yang digaris-bawahi mestinya diisi dengan kata sifat atau kata
keterangan. Karena kata tersebut
berfungsi sebagai keterangan/ gambaran suatu keadaan. Tidak bisa digantikan oleh kata kerja,
seperti kasus yang ditemukan di atas. Kalimat di atas bisa dipadankan dengan
“sekarang, saya sedang belajar bahasa Jepang.
Belajar bahasa Jepang (itu) menyenangkan”. Dalam bahasa Indonesiapun bisa dipahami bahwa
fungsi kata yang bergaris-bawah bukanlah sebagai prediket yang biasa diisi
dengan kata kerja, tetapi lebih bersifat menerangkan/menggambarkan suatu
keadaan.
2) Aspek
Kalimat
Hasil
penghitungan nilai t pada kalimat ini menunjukkan angka 2,08. Angka ini jelas berada di bawah nilai t-tabel
yang berada pada angka 2,09 pada taraf signifikansi 5%, dan 2,86 pada taraf
signifikansi 1%. Oleh karena itu, bisa
disimpulkan bahwa teknik 5W + 1H tidak efektif untuk meningkatkan kemampuan
menulis pada aspek kalimat.
Masalah konsistensi
pemilihan bentuk bahasa merupakan masalah yang paling sering ditemukan dalam
karangan. Misalnya, bisa dilihat pada
kalimat yang seharusnya ditulis “nihongo
ga muzukashiga, omoshiroi”, atau “nihongo ga muzukashiidesuga, omoshiroi desu”, banyak
ditemukan yang menulis “nihongo ga
muzukashiidesuga, omoshiroi”.
Di dalam bahasa Indonesia, kalimat ini bisa dipadankan dengan, “bahasa
Jepang (itu) sulit, tapi menarik”
Contoh kalimat
di atas menunjukkan ketidak-konsistenan mahasiswa dalam memilih bahasa yang
digunakan. Pada kasus ini, yaitu
penggunaan bentuk bahasa biasa (futsuukei)
dan bentuk bahasa sopan (teineikei)
secara bersamaan. Seharusnya, mahasiswa menggunakan
salah satu bentuk bahasa saja, tidak mencampur-adukkan penggunaan bentuk-bentuk
bahasa tersebut dalam sebuah konteks tulisan.
3) Aspek
Isi
Hasil
penghitungan nilai t pada aspek kosakata menunjukkan angka 3, 93. Angka ini jelas berada jauh di atas nilai
t-tabel yang berada pada angka 2,09 pada taraf signifikansi 5%, dan 2,86 pada
taraf signifikansi 1%. Oleh karena itu,
bisa disimpulkan bahwa teknik 5W + 1H efektif untuk meningkatkan kemampuan
menulis pada aspek kosa kata, dengan taraf signifikansi 1%.
Pada saat
pretes, kesalahan yang terjadi adalah perihal pemilihan unsur-unsur pendukung
ide utama yang tidak pas. Kesalahan ini
mengakibatkan terjadinya ketidak-sesuaian antara isi karangan dengan tema
karangan. Kesalahan lainnya, yaitu munculnya
dua atau lebih ide pokok dalam satu paragraf, sehingga mengaburkan tema
karangan yang sebenarnya. Kesalahan ini bisa dilihat pada contoh paragraf
berikut;
Watashi ha ima,
UNNES de nihongo o benkyoushiteiru. Jitsu ha koukou no toki, nihongo no jugyou ga nakatta. Nihongo ga muzukashikattaga, omoshirokatta. Nihon no
uta mo suki datta.
(Saya sekarang sedang
mempelajari bahasa Jepang di UNNES. Ketika
SMA, tidak ada pelajaran bahasa Jepang. Bahasa Jepang sulit tapi menarik. Saya juga menyukai lagu Jepang)
Dari contoh di
atas terlihat bahwa mahasiswa bermasalah dalam mengembangkan ide pokok/topik/tema
karangan. Akibatnya, isi karangan menjadi tidak sesuai dengan tema karangan itu
sendiri. Tema paragraf di atas adalah
kalimat pertama pada paragrah itu, sedangkan isinya seharusnya didukung oleh
kalimat kedua dan seterusnya. Akan tetapi, yang terjadi justru munculnya topik baru,
yaitu,
tentang kesulitan dalam
belajar bahasa Jepang dan lagu Jepang.
Ketika postes,
kesalahan di atas mulai berkurang.
Mahasiswa mulai bisa mengembangkan isi karangan yang sesuai dengan
tema. Hal ini bisa dilihat pada contoh
paragraf berikut;
Koukou no toki, watashi ha tomodachi to nihongo no uta
wo yoku kiita. Nihongo no uta
ga suki dakara, nihongo wo benkyoushitai. Sorede, UNNES no nihongo kyouiki
puroguramu ni hairu koto ni suru.
(Ketika SMA, saya
dan teman sering mendengar lagu Jepang. Karena menyukai lagu Jepang, saya jadi
ingin belajar bahasa Jepang. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk masuk
program pendidikan bahasa Jepang UNNES).
4)
Aspek
Penceritaan
Hasil
penghitungan nilai t pada aspek kosakata menunjukkan angka 3, 93. Angka ini jelas berada jauh di atas nilai
t-tabel yang berada pada angka 2,09 pada taraf signifikansi 5%, dan 2,86 pada
taraf signifikansi 1%. Oleh karena itu,
bisa disimpulkan bahwa teknik 5W + 1H efektif untuk meningkatkan kemampuan
menulis pada aspek kosa kata, dengan taraf signifikansi 1%.
Pada saat
pretes, kesalahan yang terjadi adalah perihal pemilihan unsur-unsur pendukung
ide utama yang tidak pas. Kesalahan ini
mengakibatkan terjadinya ketidak-sesuaian antara isi karangan dengan tema
karangan. Kesalahan lainnya, yaitu
munculnya dua atau lebih ide pokok dalam satu paragraf, sehingga mengaburkan
tema karangan yang sebenarnya. Kesalahan ini bisa dilihat pada contoh berikut;
Ima, UNNES de
nihongo o benkyoushiteiru. Iro-irona nihon bunka ni kanshite, bunnkasai de
miteiru. UNNES de nihonbuka wo naraenai.
(Saya sedang mempelajari bahasa Jepang di UNNES.
Pada saat bunkasai, saya melihat beragam bentuk budaya Jepang. Di UNNES, saya
tidak bisa mempelajarinya)
Dari contoh di
atas terlihat bahwa mahasiswa bermasalah dalam mengembangkan penceritaan
karangan. Akibatnya, penceritaan tidak berjalan dengan lancar, tidak fokus,
apalagi tuntas. Ditemukan dua ide utama
di dalam satu paragraf. Pada kasus ini
yaitu, “belajar bahasa”
dan “belajar budaya”. Keberadaan dua ide utama ini membuat karangan
jadi tidak mengalir dengan lancar dan terkesan tidak fokus. Satu ide belum jelas pembahasannya, sudah
muncul ide lain.
Ketika postes,
kesalahan di atas mulai berkurang. Mahasiswa
mulai bisa menuangkan idenya secara lebih fokus dan lebih teratur. Hal ini bisa dilihat pada contoh paragraf
berikut;
Kodomo no toki,
anime o yoku mita. Tatoeba; Dora Emon ya
Shinchan ya nade ga aru. Ichiban suki na anime ha Dora Emon de aru. Dora Emon ha totemo kawaii neko no robotto de
aru. Sono toki, nihon no koto ga suki
hajimeta.
(Saat kecil, saya suka menonton anime. Seperti; Dora Emon, Shinchan, dan
lainnya. Di antara anime-anime tersebut,
saya paling suka Dora Emon. Dora Emon merupakan robot berbentuk kucing yang
sangat lucu. Saat itu, saya mulai
menyukai hal-hal tentang Jepang).
C. Penutup
1. Kesimpulan
Ada beberapa
poin penting yang bisa ditarik sebagai kesimpulan dari penelitian ini. Yaitu;
a. Secara
umum, teknik 5W + 1H efektif untuk
meningkatkan kemampuan menulis karangan (sakubun)
mahasiswa Universitas Negeri Semarang.
Efektifitas penelitian ini ditandai dengan nilai t-hitung yang berada
pada angka 3,86, jauh di atas nilai t-tabel yang berada pada angka 2,09 (5%)
dan 2,85 (1%). Hasil ini selanjutnya
digambarkan dengan angka-angka 2,09 < 3,85 > 2,86.
b. Secara
khusus, dari keempat aspek yang dinilai, dua aspek lunguistik (kosakata dan
kalimat) tidak menunjukkan adaanya peningkatan. Peningkatan hanya terlihat pada aspek ekstra-linguistik
(isi dan penceritaan) yang signifikan.
Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat pada tabel berikut;
Tabel Nilai t-test
Karangan
No.
|
Aspek
|
Keadaan
|
Keterangan
|
1)
|
Kosa Kata
|
2,09 > 2,08 < 2, 86
|
Menurun
|
2)
|
Kalimat
|
2,09 > 1, 14 < 2,86
|
Menurun
|
3)
|
Isi
|
2,09 < 3, 93 > 2,86
|
Meningkat
|
4)
|
Penceritaan
|
2,09 < 3,34 > 2,86
|
Meningkat
|
5)
|
Keseluruhan
|
2,09 < 3,85 > 2,86
|
Meningkat
|
2. Saran
“Tulisan mencerminkan orangnya”. Pameo ini adalah benar karena ternyata
aktifitas menulis tersebut merupakan aktifitas berfikir. Orang yang bisa menulis dengan baik
mengindikasikan kemampuan berfikir dan berbahasa yang juga baik. Oleh karena itu, pembelajaran menulis
haruslah memperhatikan aspek bahasa dan aspek pikiran (ide) secara berimbang.
Jika diamati dari sudat pandang di atas, terlihat
bahwa penelitian ini secara umum memang mampu meningkatkan kemampuan
menulis. Hubungan peningkatan dengan treatment secara statistik juga bisa
dijabarkan. Akan tetapi, penurunan
kemampuan yang terjadi pada aspek penggunaan kalimat jelas mengindikasikan
bahwa penelitian ini masih mempunyai banyak kelemahan.
Oleh karena itu, penulis berencana untuk melanjutkan
penelitian ini pada masa yang akan datang.
Berdasarkan hasil evaluasi pribadi terhadap penelitian ini, penulis
merasa teknik 5W + 1H ini akan lebih baik jika digabungkan dengan teknik lain
yang bisa menyentuh aspek kebahasaan dalam menulis. Dalam hal ini, penulis merekomendasikan
teknik-teknik berikut;
1. Teknik
collaborative untuk memperbaiki aspek
kebahasaan.
2. Teknik
modelling untuk memberikan contoh
konteks pemakaian kebahasaan dalam karangan.
Daftar Pustaka
Alwasilah, A. Chaedar. 2007. Pokoknya Menulis. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.
Alwasilah, A. Chaedar. 2007. Pokoknya Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya.
Dahidi, Ahmad.
2004. Ihwal Pembelajaran Menulis (sakubun)
di Program Pendidikan Bahasa Jepang FPBS UPI (artikel dalam Jurnal Asosiasi Studi Pembelajaran Bahasa
Jepang Indonesia Jawa Barat edisi kedua 2004).
Ermanto. 2005. Menjadi
Wartawan Handal dan Profesional. Yogyakarta: Cinta Pena.
Heniati, Diah.
2006. Pembelajaran Menulis Naratif dengan Teknik “5
W + 1 H”. (tesis tidak diterbitkan). Bandung: UPI
Nurgiantoro,Burhan.2009. Penilaian dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Semi, M Atar.1993. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.
Setiawati, Ai Sumirah. 2009. Sakubun shidou ni okeru
purosesu apurochi (laporan tesis, tidak diterbitkan).
Sutedi, Dedi.
2008. Upaya untuk Mengatasi Masalah dalam Pembelajaran Sakubun (Makalah
dalam Seminar: Model Pembelajaran Bahasa Jepang Berbasis IT Bandung 23 Agustus
2008 )
Sutedi, Dedi. 2009. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama
Press.
Tarigan, Hendri Guntur. 2008. Menulis sebagai
suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Satuan Acara Pembelajaran Sakubun Semester VI, Program Pendidikan Bahasa Jepang
Universitas Negeri Semarang.
Silabus Pembelajaran Sakubun Semester VI, Program Pendidikan Bahasa Jepang
Universitas Negeri Semarang.
林大(1990)「日本語教育ハンドブック」大修館書店
林大(1991)「日本語テストハンドブック」大修館書店
石田・敏子(2002)「日本語教授法」大修館書店
岡崎敏夫・岡崎瞳(2001)「日本語教育における学習の分析とデザイン」凡人者
metode yang efektif dalam pembuatan karangan, sensei... bisa dicobakan :)
ReplyDeletesilakan dicoba
Delete