Showing posts with label Artikel Budaya (Adaik Minangkabau). Show all posts
Showing posts with label Artikel Budaya (Adaik Minangkabau). Show all posts

Sunday, November 22, 2020

MANGAJI TUBUAH (Pendekatan Tradisional dalam Memahami Hakikat Adat Minangkabau)

Mangaji tubuah itu apa?

Bagi orang Minang yang mendapatkan pendidikan adat (adaik) secara tradisional, tidak akan asing dengan istilah mengaji tubuh (mangaji tubuah). Dalam mangaji tubuah, adaik dianalogikan dengan “nyawo/marwah”, sesuatu yang wujudnya tidak diketahui tapi menjadi penentu “hidup/tidaknya” seseorang. Nyawo/marwah ini dipercaya berada di dalam sebuah lembaga (limbago) yang dianalogikan dengan tubuh (tubuah). Jadi, mangaji tubuah merupakan aktivitas pengkajian terhadap tubuah (limbago) yang dilakukan sebagai upaya untuk memahami hakikat dari nyawo/marwah (adaik).

 

Mengapa mangaji tubuah?

Di atas sudah disinggung sekilas bahwa adaik disebut sebagai nyawo/marwah, yang tidak nampak, tidak dapat diukur, abstrak sehingga susah untuk dipahami. Oleh karena itu, untuk dapat memahami adaik, kita harus mengkaji dari yang dapat dilihat, dapat diukur, tidak abstrak/konkret, yaitu tubuah (limbago). Apalagi, tubuah dipercaya sebagai tempat bersemayamnya nyawo/marwah (adaik) tersebut. Di samping itu, dalam konteks keadaan yang seperti ini, pepatah Minang juga memberikan petunjuk melalui ungkapan “lahia manunjuakkan batin” (artinya: lahir menunjukkan batin).

 

Bagaimana cara mangaji tubuah?

Indikator yang dapat digunakan dalam mangaji tubuah ada dua, yaitu qudaraik dan iradaik. Sama seperti kata “adaik” yang diambil dari kata “adat” bahasa Arab, kata “qudaraik” dan “iradaik” pun demikian, diambil dari kata “qudrat” dan “iradat” bahasa Arab. Akan tetapi, dalam penggunaannya, baik secara bentuk lingual maupun secara makna telah terjadi pergeseran (khususnya makna qudaraik). Oleh karena itu, sesuai dengan pergeseran bentuk lingual dari qudrat dan iradat menjadi qudaraik dan iradaik, maka makna kedua kata ini juga mengacu pada makna yang lazim digunakan di dalam kehidupan orang Minang.

Di dalam kehidupan orang Minang tradisional, kata qudaraik banyak digunakan ketika seseorang berhadapan dengan situasi/keadaan tidak berdaya. Contoh penggunaan yang sering muncul adalah “ondeh, abih qudaraik den” (artinya: aduh, habis daya saya/capai saya/tidak kuat saya). Dari contoh ini dapat dipahami bahwa makna kata qudaraik yang sering digunakan orang Minang mengacu kepada “daya/potensi/kemampuan”. Sementara itu, penggunaan kata “iradaik” tidak mengalami pergeseran yang berarti dari makna aslinya, tetap diartikan sebagai keinginan-keinginan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mengaji qudaraik dan iradaik dalam konteks mangaji tubuah ini dapat diartikan sebagai mengaji daya/potensi/kemampuan dan keinginan manusiawi manusia.

Daya/potensi/kemapuan (qudaraik) mata bisa digunakan untuk melihat keindahan alam juga bisa digunakan untuk melirik istri orang. Qudaraik mulut bisa digunakan untuk melantunkan ayat-ayat Al-Quran juga bisa digunakan untuk melemparkan cacian dan makian. Qudaraik tangan bisa digunakan untuk menolong juga bisa digunakan untuk memukul orang. Qudaraik kaki bisa dilangkahkan ke mesjid juga bisa dilangkahkan ke tempat-tempat maksiat. Artinya, yang namanya manusia, siapapun dia berpotensi untuk berbuat baik dan buruk. Bahkan, berpotensi menjadi baik dan menjadi buruk. Sementara itu, keinginan (iradaik) semua manusia cenderung mengarah kepada satu sisi saja, yaitu: kalau melihat ingin yang indah, mendengar ingin yang merdu, merasa ingin yang enak. Intinya, jika mengikuti iradaik manusia, maka semua yang baik-baik akan diborongnya.  Inilah yang di dalam pepatah Minang disampaikan melalui ungkapan “condong mato ka nan rancak, tunggang salero ka nan lamak” (artinya: kecenderungan mata mengarah kepada yang indah, kecenderungan selera mengarah kepada yang enak).

Berdasarkan keterangan di atas, dapat dipahami bahwa ketika iradaik yang selalu menginginkan yang baik-baik muncul, maka saat itu terjadi peperangan di dalam diri manusia. Qudaraik baik akan berperang dengan qudaraik buruk. Pada saat itu, apakah yang terjadi? Kecenderungannya adalah sifat manusiawi manusia yang tidak pernah puas akan membantu qudaraik buruk memenangkan peperangan. Khususnya ketika berhadapan dengan persoalan pemenuhan kebutuhan, mulai dari pemenuhan kebutuhan paling mendasar hingga keinginan-keinginan yang sebenarnya tidak begitu dibutuhkan. Artinya, akan banyak orang yang dengan sadar menggunakan qudaraik negatifnya; ada si miskin yang karena kebutuhan dengan sadar mengambil hak orang, ada juga si kaya yang karena ingin lebih (sebenarnya tidak butuh) memanfaatkan qudariknya untuk merebut istri orang, atau bahkan mengorbankan kebutuhan spritual orang lain supaya dia dapat memenuhi kebutuhan spritualnya. Artinya, banyak kebaikan yang akan diupayakan dengan cara-cara yang tidak baik.

 

Lalu, apa perlunya memahami bahwa kita punya qudaraik (baik dan buruk) dan iradaik melalui mangaji tubuah?

Memahami bahwa kita memiliki qudaraik dan iradaik melalui mangaji tubuah penting karena dua hal. Pertama, supaya kita menyadari bahwa orang lain sebenarnya adalah refleksi dari diri kita. Artinya, kita tidak akan mencubit orang karena kita sadar bahwa dicubit itu sakit, kita tidak akan mau menjadi pelakor atau pebinor karena kita sadar betul bahwa kehilangan orang yang dicintai itu sangat menyakitkan, kita tidak akan melanggar norma karena kita menyadari bahwa norma itu ada, juga untuk menghargai dan menjaga hak-hak kita. Mangaji tubuah membuat kita dapat merasakan itu sehingga kesadaran untuk beradat itu lahir bukan karena faktor-faktor eksternal, tapi karena datang dari dalam diri sendiri. Jika ini terjadi, maka kehidupan bermasyarakat yang harmonis akan mudah terwujud karena orang akan berpikir sebelum berbuat, dan berpikir sebelum berkata. Orang akan memegang teguh prinsip hidup bermasyarakat “lamak di awak katuju di urang” (artinya: baik untuk saya dan semua orang).

Kedua, kita beradat karena faktor-faktor sosial, karena ada orang lain, bukan karena kesadaran individu seperti diaparkan di atas. Buktinya dapat kita temukan dari kenyataan sehari-hari yang tidak dapat kita dustakan. Misalnya, banyak laki-laki kita yang tidak malu ketika ditangkap polisi karena menerobos lampu merah. Saat ditanya:

Polisi : Ndak nampak lampu merah tu, Nak?

Anak : Lai, Pak.

Polisi  : Manga kok jalan taruih?

Anak : Dek ndak nampak Apak.

 

Atau dari perempuan kita yang tidak malu berdaster tipis saat sedang antri menunggui Abang Tukang Bakso di depan rumah:

Bapak         : Ka ma jilbab ko?

Ibu              : Kan cuma di muko rumah, Yah. Ndak jauah-jauah, do.

 

Jika mematuhi aturan lalu lintas hingga berpakaian itu adalah bagian dari perilaku orang beradat, fenomena di atas jelas mengindikasikan bahwa kita selama ini beradat karena orang lain bukan karena kesadaran individu. Bukti lain yang juga dengan mudah dapat kita temukan adalah bahwa betapa mudahnya kita melupakan aib yang kita buat hanya dengan berpindah dari tempat berbuat ke tempat lain. Alasannya, karena di tempat baru tidak ada yang tahu, mengapa harus malu? Seolah-olah malu itu melekat pada tempat bukan pada diri kita, si pembuat malu.

 

Hahaha, iya juga, ya. Lalu, sampai kapan kita harus mangaji tubuah?

Selama masih berlaku “condong mato ka nan rancak, tunggang salero ka nan lamak”, maka mangaji tubuah itu penting. Para tetua Minang (tuo adaik) mengatakan, “baradaik tu sapanjang hiduik, Nak” (artinya: beradat itu sepanjang hayat, Nak).

 

Terakhir, bisakah konsep “mangaji tubuah” di atas dihubungkan dengan konsep keilmuan?

Konsep mangaji tubuah dapat dihubungkan setidaknya dengan dua konsep keilmuan. Pertama, dengan teori ilmu budaya homo humanus, homo sapient, homo eticus, homo esteticus, atau teori sistem budaya Koentjaraningrat. Misalnya, jika dihubungkan dengan teori budaya Koentjaraningrat, maka adaik adalah sistem nilai, dan limbago adalah sistem sosial dan sistem karya.

Kedua, dengan teori pembelajaran. Misalnya, teori disain kurikulum dan pembelajaran yang mengatakah bahwa kegiatan pembelajaran harus memperhatikan gradasi, yaitu dimulai dari yang mudah ke yang sudah, dari yang sederhana ke yang komplet, dari yang konkret ke yang abstrak (dari tubuh ke marwah=dari yang konkret ke yang abstrak). Artinya, mangaji tubuah sebenarnya bentuk implementasi dari prinsip disain pembelajaran kebudayaan yang sejalan dengan teori tentang disain kurikulum dan pembelajaran.

Wednesday, August 20, 2014

Kaluak Paku Kacang Balimbiang (Metafora Pola Hubuangan Mamak-Kamanakan Minangkabau)

Kaluak paku kacang balimbiang
Tampuruang lenggang-lenggokkan
Baok manurun ka Saruaso
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
Urang kampuang dipatenggangkan
Tenggang sarato jo adaiknyo

Pantun adaik di ateh barisi tuntunan bagi surang mamak dalam manjalankan tugehnyo mambimbiang kamanakan. Kato kuncinyo, paku, kacang balimbiang, jo tampuruang. Paku adolah tanaman nan biasonyo digulai untuak ka sayua. Ciri utamo paku ko talatak pado ujuangnyo nan bakaluak. Sadangkan kacang balimbiang adolah jinih kacang-kacangan nan tumbuahnyo manjala, nan paralu junjuangan untuak tagak.  Pado maso dahulu, di samak-samak, banyak ditamukan paku jo kacang balimbiang nan hiduik badampiangan. Paku manjadi junjuangan batang kacang nan manjala. Ikolah nan kamudian diambiak dek niniak-mamak untuk manarangan duduak-tagak hubuangan antaro mamak jo kamanakan di Minangkabau. Jadi, mamak iolah junjuangan paku nan mamapah/mambimbiang kamanakan kacang balimbiang. Ikolah hubuangan metaforanyo sacaro fisik.

Wednesday, August 13, 2014

Filosofi dalam Tungku Nan 3 (Tigo) Sajarangan (Metafora Sistem Kapamimpinan Masyarakaik Minangkabau)

Jikok kito bacarito tantangan sistem kapamimpinan sosial masyarakaik Minangkabau, mako kito indak bisa lapeh dari istilah “Nan 3 (Tigo)”, yoitu; “Tungku Nan 3 (Tigo) Sajarangan”, “Tali 3 (Tigo) Sapilin”, sarato “Rajo Nan 3 (Tigo) Selo”. Camin dalam dari Nan 3 (Tigo) ko iolah Alua Nan 3 (Tigo), yoitu; alua syarak, alua pamarintahan, jo alua adaik. Camin lua/camin taruihnyo iolah limbago syarak (musajik), limbago pamarintahan (kantua nagari, camaik, dst.), sarato limbago adaik (balai adaik). Urang gadangnyo tantulah pamuko-pamuko dari katigo alua jo limbago nantun, yoitu; pamuko agamo, pamarintah, sarato pamuko-pamuko adaik.

Saturday, March 29, 2014

Perilaku, Qudrat dan Iradat


Perilaku adalah isu yang paling popular di segala aspek kehidupan manusia. Makanya, perilaku menjadi motif dan cara favorit bagi semua orang. Seorang individu, menjadikan perilaku yang baik sebagai motif untuk mendapatkan perlakuan yang sama. Paling tidak, supaya tidak mendapatkan yang sebaliknya, atau terhindar dari orang yang berperilaku tidak baik. Sesuatu yang sangat manusiawi sekali sesuai dengan hakikat kemanusiaan manusia. Bagi pemerintah, perilaku yang baik menjadi motif primadona untuk memuluskan pemerintahannya dan menjalankan sistem sosial (hubungan pemerintah dengan rakyat). Bahkan, bagi para politisi sekalipun, perilaku yang baik menjadi cara favorit dalam melariskan janji-janji politiknya.

Sunday, March 23, 2014

Padusi Minangkabau (Kaji Metafora)


A.    Kato Daulu
Kato Angku Yus Datuak Parpatiah, indak banyak banso di dunia nan hukum bamasyarakaiknyo bapangka pado kaum padusi, di antaronyo, tasabuiklah suku navaajo, suku nakhi, suku khasi, sarato suku Minangkabau. Hukum masyarakaik nan sarupo iko dalam ilimu budaya disabuik jo matriakat. Matriakat manjadikan padusi punyo tampek tagak nan sangaik taguah di dalam hiduik bakaluarga ataupun bamasyarakaik.

Friday, January 17, 2014

Baralek dalam Adaik Minangkabau (Maninjau Alek Nikah-Kawin)

A.   Kato Dahulu
Malam-malam bainai yo mamak
Malam-malam bajapuik yo sayang
Sambanyo lamak yo mamak
Si Gulai paku

Dendang di ateh biaso tadanga kutiko alek nikah-kawin dilelokan di lingkuang adaik Minangkabau. Isinyo labiah kurang manjadi camin taruih dari rono sabuah alek. Ado carito tantangan malam bainai, ado carito tantangan larak-lereang, ado carito tantangan alek jamuan, ado carito tantangan cancang tandeh. Pendeknyo, alek nikah-kawin indak samato tantangan parubahan surang anak gadih/bujang manjadi surang laki/bini. Tapi, tantangan urang banyak, tarutamo tantangan kaduo balah pihak nan takaik jo anak daro-maropulai.

Wednesday, January 1, 2014

Panghulu, Laki-Laki Minangkabau (Kajian Makna Kognitif Pituah Adaik)

A.   Kato Dahulu
Nan namonyo urang Minangkabau pasti tahu jo Panghulu. Panghulu adolah simbol pamimpin sarato simbol laki-laki di Minangkabau. Sabaik, di dalam adaik Minangkabau, satiok laki-laki dikatokan sabagai Tunganai, yoitu pamimpin sabuah rumah. Sungguahpun anak laki-laki indak lalok di rumah. Namun, pamimpin di rumah nantun, tataik barado pado tangan anak laki-laki. Karano itu, untuak manyigi laki-laki Minang, nan namonyo Panghulu musti manjadi “jalan” nan musti dituruik.

Tuesday, December 31, 2013

Aksara Minangkabau, Di Mana? Di Mana? Di Mana?

1.   Dilema Aksara Minangkabau
Membicarakan tentang aksara asli Minangkabau sama seperti membicarakan tentang masa depan. Karena, sampai saat ini aksara tersebut belum ditemukan. Ada beberapa klem yang manyatakan tentang penemuan aksara asli Minangkabau. Setidaknya ada tiga klem, yaitu; pertama, aksara di dalam buku Datoek Toeah, kedua, aksara tambo rueh yang pernah dipajang di museum Adityawarman Padang. Sedangkan yang ketiga, yaitu  klem yang berasal dari buku yang berjudul Pelakat Pandjang.

Friday, December 20, 2013

Stuktur Bangun Pidato Pasambahan Adaik Minang Kabau

Jikok kito sigi bana jalannyo sabuah pidato pasambahan adaik dari awa sampai akhia. Mako, sacaro struktur genetik kecek rang kini, susun bangun pidato pasambahan nantun bisa disusun manjadi tigo (3). Nan partamo, kato pambukak, yoitu bagian pambukak-an nan barisi “tigo limbago nan tajali”, nan kaduo batang tubuah, yoitu isi rundiangan, nan katigo, kato panutui, iolah barisi etika kutiko ka pulang.

Thursday, July 4, 2013

Kaba Batubanyak (Asa-Usua Nagari)


Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Sabalun isi kato buah rundingan dikatangahkan, samo manyaru pado Allah. Allah taala kayo sungguah, Muhammad rasul pilihan. Mako, tadirilah kawajiban dek kito sagalo umaik, basumbahyang jo wakatu, baradaik jo kutiko. Mangarajoan syarak jo tarikaik, mamakaikan nan hakikaik.  Kok tapakai nan baitu, mudah-mudahan hiduik bamanfaaik, mati bamagfiraik.

Sunday, May 19, 2013

SILEK, CARO HIDUIK URANG MINANGKABAU

A.   KATO DAHULU
Partamo, bajalanlah bakuliliang kutiko pagi ataupun sanjo! Tujulah tampek-tampek nan punyo halaman nan lapang sarupo; sakola, instansi pamarintah, GOR, sarato tampek-tampek lainnyo! Barangkali, Dunsanak akan manamukan babarapo kalompok urang Minang jo saragam langkok sapatagak sadang baolah raga malatiah tubuah. Ado kalompok babaju merah babis kuniang nan sadang latihan Silek “Tapak Suci”, ado nan basaragam putiah sadang latihan “Taekwondo”, “Karate”, “Kapuera”, dan lain sabagainyo. Kasadonyo nanpak gagah langkok jo paralatan nan gagah-gagah pulo.

Monday, May 6, 2013

Dari Adaik Balimbago hinggo Tubuah nan Banyawo (Camin Awa Pambalajaran Adaik Minangkabau)


A.   Kato Dahulu
Everyman dies, not everyman really lives
Pituah di ateh barasa dari sabuah dialog dalam filem “Braveheart”. Filem ko bacarito tantangan pajuangan surang pahlawan Skotlandia, William Wallace malawan panjajahan fisik jo non fisik dari karajaan Inggris. Sabalun dihukum, William Wallace ko diagiah duo piliahan, nan partamo lapeh basyaraik sarato diagiah kadudukan, harato, jo kakuasaan, kaduo dirajam sampai mati. Dalam hal iko, William mamiliah piliahan nan kaduo. Dari dalam kubua, suaro pasan akan labiah mudah diingaik, baitu kato Tan Malaka. 

Thursday, April 4, 2013

Nan Gadang di Rumah Gadang



Sabalun malalukan kato tantangan rumah gadang, agaknyo paralu rasonyo manduduakan rumah apo nan kito mukasuikkan. Apokoh rumah gadang nan dimukasuik sabagai lambang kabasaran adaik Minangkabau (Adaik Sabatang Panjang), rumah gadang sabagai lambang kabasaran Luhak jo sistem adaik/kalarasan nan dianuik (Adaik Sapanjang Jalan), atau rumah gadang sabagai lambang kabasaran sabuah kaum (Adaik Salingka Nagari). Kabaradoan suduik pandang ko haruslah dipahami dek satiok urang nan nio manilik sabuah rumah gadang.

Friday, March 15, 2013

Manilik Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah


Kecek Pak Hasan, salah surang ahli ilmu sastra Universitas Negeri Padang, salah satu panyabaik banyaknyo kontroversi tantangan maso lalu Minangkabau adolah kuaiknyo tradisi lisan. Sagalonyo di Minang ko diwarihkan sacaro lisan sahinggo susah malacak kabanarannyo. Akibaiknyo, sajarah Minangkabaupun bisa banyak sakali fersinyo. Tarutamo tantangan sajarah nan malibaikkan banyak pihak palaku sajarah.
Ciek dari babarapo sajarah Minangkabau tu adolah sajarah muncuanyo falsafah “Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (salanjuiknyo baco: ABS SBK). Hal-hal nan hinggo kini masih indak jaleh pado ABS SBK ko adolah tantangan; 1) gujalo, 2) sipangka-alek, 3) isi. Tantu kurang rasonyo jikok indak ado bahan panimbang untuak mambandiang katigo poin nan “galok”. Karano itu, kajian ambo tutuik jo poin kaampek (4), nan ambo bari judul jo “pokok kaji”.

Wednesday, February 27, 2013

Komposisi dalam Tradisi Lisan Minangkabau (Pantun jo Bidarai)


Tradisi lisan di Minangkabau adolah bagian nan indak bisa dipisahkan dari budaya (salanjuiknyo baco; adaik) Minangkabau. Bahkan, sajarah Minangkabaupun diwarihkan malalui tradisi lisan nanko. Dalam hal iko, tasabuiklah tambo jo kaba, yoitu sabuah dokumen lisan sajarah nan indak punyo latar balakang tokoh jo tariakh nan jaleh. Karano itu, di dalam ilimu sajarah, tambo atau kaba Minangkabau ko disabuik jo “historiografi” bukan “history”. Jadi, rasonyo indak sumbang jikok dikatokan baraso tradisi tulih-manulih di Minangkabau tagolong lamah.

Sunday, February 24, 2013

Kaidah Nan Ampek, Filosofi Hiduik Urang Minang

Surahan ko Ambo tulih kutiko takana jo pasan guru. Pasan Baliau tu barupo sabuah pituah nan babunyi, “Alua butuah pamatuik, kabanaran butuah pambandiang, sabalun kako dimungkinkan”. Aratinyo, manih jan langsuang dilulua, pahik jan langsuang dimuntahkan. Sigi dulu dari babagai suduik sabalun manantuan tampek tagak. Tarutamo kutiko mancaliak, mandanga, atau basobok jo masalah nan bahubuangan jo adaik. Sabaik adaik adolah tantangan kamanusiaan bukan tantangan masin. Masin rusak bisa dibengke, kabanaran kamanusiaan rusak bengke binaso. Ka ma badan ka batenggang?

Tuesday, February 19, 2013

DILEMA GALA MINANGKABAU (PUSAKO, SAKO, SANGSAKO)

Katigo pokok kaji di bagian judul di ateh biaso tadanga jikok kito mangaji tantangan gala. Gala iolah identitas sosial khas Minangkabau nan diwujuikkan jo pambarian namo/panggilan tatantu. Identitas sosial di siko satidaknyo punyo tigo makna utamo. Partamo, sabagai pangakuan status taradok surang laki-laki dari mudo mantah manjadi mudo matang. Kaduo, sabagai pangukuhan kakuasaan politik surang anggota kaum di dalam kaumnyo. Katigo, sabagai bantuak pasambahan jo kapadulian sosial taradok pihak lua kaum.

Saturday, September 1, 2012

PIDATO PASAMBAHAN ADAIK


A.   KATO DAHULU
Pidato Pasambahan Adaik adolah ciek dari sakian banyak tradisi lisan Minangkabau nan hinggo kini masih mandapek tampek di hati masyarakaik. Hal iko bisa disaksikan di satiok acara nan dilewakan dek limbago adaik nan ado. Mulai dari acara tahlilan takziah, acara alek jamuan, acara pakawinan, acara batagak gala, acara Maulid Nabi Muhammad SAW, sarato lain-lainnyo. Namun, sungguahpun sarupo itu, palaksanaan pidato pasambahan adaik ko masih acok mandapek tanggapan sumbang dari babarapo kalompok masyarakaik.
Tanggapan sumbang nantun umumnya didasari dek opini nan tabantuak baraso pidato pasambahan adaik acok mampasulik atau mambuek alua acara jadi taganggu. Jikok disigi bana, mungkin masalah ko labiah cocok disabuik sabagai ulah oknum. Dalam hal iko, tukang pidato pasambahan nan kadang indak arih mambaco situasi jo kondisi acara. Ditambah pulo, randahnyo pangatahuan masyarakaik tantangan hakikaik pidato pasambahan adaik, mambuek parilaku oknum tasabuik dalam malalukan pasambahan saolah-olah manjadi alua dari pidato pasambahan adaik nan harus dituruik.

Wednesday, August 29, 2012

"Coremap" Kajian Kadudukan Panghulu II (Gadang nan sabingkah tanah, kabasaran nan salingka aua, tuah malingkuang Minangkabau)

Sagalo karajo tantangan adaik nan ka dikakok, diarahkan dek adaik Minangkabau malalui ungkapan “cupak tatagak nan kadiisi, ragian takambang nan ka ditiru”. Ikolah panduan umum sarato batasan kutiko kito mangakok sagalo sasuatu, tamasuak dalam mangaji tantangan kabasaran Panghulu sarato masalah bantuak nyatonyo dalam lingkuang adaik salingka nagari.
Ado babarapo ungkapan nan manggambarkan tantangan kabasaran Panghulu ko:

Tuesday, August 14, 2012

Cupak Tatagak Nan Ka Diisi Ragian Takambang Nan Ka Ditiru

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sabalum isi kato buah rundingan dikatangahkan, ambo manyaru kapado Allah, maminta sagalo tuntunan, supayo didakekkan ka nan bana, dijauhan dari sagalo kakhilafan. Kok ndak dapek nan baitu, dibukaan juolah pintu ampunan, bia nak jan bungkuak pungguang dek baban, bundo lah seso manggadangan, amiiin. Salanjuiknyo, kapado dunsanak ka sadonyo, jo salam di muko, sambah ambo sampaikan, tando tacinto bajawek tangan, antah kaganti rokok nan sabatang, atapun siriah nan sakapua.