The Japan Fondation, Divisi Pendidikan
Pengurus Pendidikan Menengah Wilayah Sumatera
Tomoya Mitsumoto
Angka
melanjutkan ke PT di Indonesia dalam 10 tahun ini menunjukkan peningkatan 2 kali
lipat. Pada 2004 berada pada angka 17%, dan 2014 pada 32%. Peningkatan
kuantitas melanjutkan ke PT ini baik, namun, saat ini kualitas adalah hal yang
sangat penting. Kualitas pendidikan poinnya terletak pada kualitas
pembelajaran, bagaimana mengajar, dan di atas itu, bagaimana belajar.
Sehubungan
dengan itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, mari kita lihat kembali
proses pembelajaran bahasa aing dari masa tradisional hingga masa modern
sekarang ini.
1.
Metode
Pembelajaran Tradisional dan Sikap Siswa
Jika kita melihat metode tradisional
pembelajaran bahasa asing “terjemahan tata bahasa”dan sikap pembelajar, di
dalamnya, pemahaman pembelajar terhadap arti kalimat bahasa asing yang ditulis
menjadi hal yang penting, pengaplikasian pemikiran sendiri tidak ada. Lalu,
metode audio lingual, hanya membuat pembelajar mengungkapkan/bersuara sedapat
mungkin seperti guru, mengulang dengan benar berkali-kali, dan hanya mengkopi
pengetahuan yang ada di kepala pengajar. Total Pisikal Responpun muncul, pada
metode ini, pembelajar memahami instruksi pengajar, dan langsung meresponnya
dalam bentuk gerakan.
Pada metode seperti di atas, ketergantung
pada buku, guru, dan penutur asli sangat kuat. Pembelajar pasif, jika
pemahamannya benar, barulah responnya benar. Pembelajar diharuskan mengulangi
hal-hal yang bukan minat, keinginan/perhatian mereka. Mereka rajin menyimak
untuk mendapatkan nilai baik di atas kertas, nilai baik siswa merupakan
pengaruh latihan dan PR dari guru, itulah poin yang diambil.
2.
Metode
Pembelajaran Beberapa Tahun Terakhir dan Sikap Siswa
Ada kritikan pada metode tradisional, bahwa,
meskipun bisa berbicara di dalam kelas, siswa tidak bisa bicara di luar kelas
sehingga harus berubah dan memperhatikan keterampilan berkomunikasi yang lebih.
Di dalam pendekatan komunikatif, siswa dituntut bisa berkomunikasi sesuai
dengan konteks yang benar sehingga di kelas diadakan konteks yang menyerupai
konteks asli. Lagi pula, kebutuhan siswa, minat, dll sangat diperlukan,
dimasukkan ke dalam materi dan metode pembelajaran, dalam hal ini pembelajaran
bahasa asing.
Siswa yang memiliki target untuk bisa
berkomunikasi, memiliki motifasi yang tinggi dan berpartisipasi di dalam proses
pembelajaran. Siswa ini merancang pembelajaran sendiri, mengkombinasikan
penilaian, memiliki tanggung jawab belajar sendiri yang lebih, serta mandiri.
Guru, bukanlah pemberi pengetahuan, tapi membantu siswa berkomunikasi.
3.
Skil
untuk Hidup pada Abad 21
Akhir-akhir ini, kebutuhan terhadap skil
untuk hidup pada abad 21 tergantung pada pendidikan. Akan tetapi, merubah
karakter dengan pendidikan adalah hal yang tidak mudah, hal ini adalah tentang
cara pandang/piker, sikap, dll. Skil untuk hidup di abad 21 adalah tentang
keterampilan berpikir kritis, keterampilan memahami dan memutuskan masalah,
keterampilan berkomunikasi, keterampilan berkolaborasi, dan melek literasi
informasi. Dalam (Pedoman Belajar Bahasa
Asing, 2012) diberikan tuntunan untuk memiliki kesadaran global yang lebih
dan cara belajar menyadari koneksi dengan dunia. Sebaliknya, juga digiatkan
metode mengajar untuk membuka mata individu siswa dalam memperdalam pengetahuan
secara mandiri.
Dalam semua metode belajar bahasa asing di
atas, terdapat tujuan untuk mendorong peningkatan mutu kemanusiaan dan
membangun skil untuk hidup pada abad 21 melalui pembelajaran bahasa dan budaya.
Artinya, tujuannya bukan sekadar bisa berbicara bahasa asing, tapi berkembang
(pengembangan diri) sabagai manusia dan punya kemampuan/skil. Belajar bahasa
asing adalah salah satu langkah untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Bahwa melalui pembelajaran bahasa asing kita
terhubung dengan orang lain, masyarakat dan dunia. Kata “belajar” dan “kosa
kata” secara konteks berarti melakukan komunikasi, menentukan tema yang
relevan, lalu berdasarkan tema tersebut melakukan proses pembelajaran. Sedapat
mungkin, tema ditentukan sendiri. Misalnya, untuk tahun 1 “kehidupan sekolah”,
untuk tahun 2 “lalu lintas dan perjalanan”, dan tahun 3 “Alam lingkungan”.
Setelah itu, buatlah kelompok belajar, susun
rencana bersama kelompok, cari bahan yang berhubungan dengan tema, lakukan
wawancara atau angket melalui “google hangout”, dan kumpulkan informasi.
Informasi yang terkumpul diskusikan di dalam kelompok, sampaikan tanggapan,
buat presentasi, lalu tampilkan di depan kelas. Aktivitas ini tidak mutlak
hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas. Sebab, di sini (di luar kelas)
ada dunia nyata, di mana kita bisa berhubungan/belajar dengan masyarakat dan
dunia.
Evaluator pembelajaran tidak hanya guru. Diri
sendiri dan/atau rekan juga bisa melakukannya. Dengan ini siswa bisa belajar
untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Siswa secara
individu mengetahui lebih baik tentang dirinya jika kita menerapkan metodologi
(evaluasi bersama di atas) yang seperti ini.
Pada sebuah PT, seorang siswa mestinya memilih tema sesuai dengan
minatnya, mendiskusikan bersama rekan, lalu menuangkan dalam tulisan. Siswa
menuangkan pikiran sendiri ke dalam tulisan, tulisan itu lalu dibaca dan
mendapatkan komentar dari rekan/orang lain. Dari sini bisa ditemukan hal-hal
yang tidak akan disadari jika dilakukan sendiri. Melalui pembelajaran yang
seperti ini, kita bisa lebih tahu diri. Memiliki kepercayaan diri, dan mungkin
menjadi individu yang baru.
Penutup
Siswa, guru, dan sekolah! Sambil mendengarkan
pembicaraan pada seminar hari ini dan besok, mari kita pikirkan perubahan apa
yang bisa kita buat. Khusus untuk para siswa, Anda adalah generasi muda. Cara
belajar baru di PT dan diri Anda tentu telah mengalami perubahan. Indonesia,
dunia berubah tergantung pada Anda-Anda. Untuk itu, Saya rasa perlu adanya
perubahan dari dalam diri.
Duduk tenang di kelas, belajar rajin adalah
hal penting. Tapi, pembelajaran sekarang tidak lagi menurut guru, belajar
menurut niat/tujuan sendiri. Siswa adalah actor utama belajar. Memukan topic
yang diminati, mengumpulkan informasi, bertanya pada teman dan guru,
menganalisa, lalu mengimplikasikannya.
Jangan seperti anak burung yang menunggu makanan, carilah sendiri
restoran yang disukai, pilih sendiri menunya. Atau, belanja sendiri, masak
sendiri, pasti nikmat sekali ketika menyantapnya.
Disajikan pada “International Seminar Language and Arts” yang
diselenggarakan oleh FBS UNP di Pangeran Beach Hotel Padang.
Diterjemahkan oleh Hendri Zalman.
No comments:
Post a Comment