Thursday, October 23, 2014

Metode Pembelajaran Bahasa Asing dan Pembentukan Karakter di Jepang



The Japan Fondation, Divisi Pendidikan
Pengurus Pendidikan Menengah Wilayah Sumatera
Tomoya Mitsumoto

Angka melanjutkan ke PT di Indonesia dalam 10 tahun ini menunjukkan peningkatan 2 kali lipat. Pada 2004 berada pada angka 17%, dan 2014 pada 32%. Peningkatan kuantitas melanjutkan ke PT ini baik, namun, saat ini kualitas adalah hal yang sangat penting. Kualitas pendidikan poinnya terletak pada kualitas pembelajaran, bagaimana mengajar, dan di atas itu, bagaimana belajar.
Sehubungan dengan itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, mari kita lihat kembali proses pembelajaran bahasa aing dari masa tradisional hingga masa modern sekarang ini.
1.       Metode Pembelajaran Tradisional dan Sikap Siswa
Jika kita melihat metode tradisional pembelajaran bahasa asing “terjemahan tata bahasa”dan sikap pembelajar, di dalamnya, pemahaman pembelajar terhadap arti kalimat bahasa asing yang ditulis menjadi hal yang penting, pengaplikasian pemikiran sendiri tidak ada. Lalu, metode audio lingual, hanya membuat pembelajar mengungkapkan/bersuara sedapat mungkin seperti guru, mengulang dengan benar berkali-kali, dan hanya mengkopi pengetahuan yang ada di kepala pengajar. Total Pisikal Responpun muncul, pada metode ini, pembelajar memahami instruksi pengajar, dan langsung meresponnya dalam bentuk gerakan.
Pada metode seperti di atas, ketergantung pada buku, guru, dan penutur asli sangat kuat. Pembelajar pasif, jika pemahamannya benar, barulah responnya benar. Pembelajar diharuskan mengulangi hal-hal yang bukan minat, keinginan/perhatian mereka. Mereka rajin menyimak untuk mendapatkan nilai baik di atas kertas, nilai baik siswa merupakan pengaruh latihan dan PR dari guru, itulah poin yang diambil.

2.       Metode Pembelajaran Beberapa Tahun Terakhir dan Sikap Siswa
Ada kritikan pada metode tradisional, bahwa, meskipun bisa berbicara di dalam kelas, siswa tidak bisa bicara di luar kelas sehingga harus berubah dan memperhatikan keterampilan berkomunikasi yang lebih. Di dalam pendekatan komunikatif, siswa dituntut bisa berkomunikasi sesuai dengan konteks yang benar sehingga di kelas diadakan konteks yang menyerupai konteks asli. Lagi pula, kebutuhan siswa, minat, dll sangat diperlukan, dimasukkan ke dalam materi dan metode pembelajaran, dalam hal ini pembelajaran bahasa asing.
Siswa yang memiliki target untuk bisa berkomunikasi, memiliki motifasi yang tinggi dan berpartisipasi di dalam proses pembelajaran. Siswa ini merancang pembelajaran sendiri, mengkombinasikan penilaian, memiliki tanggung jawab belajar sendiri yang lebih, serta mandiri. Guru, bukanlah pemberi pengetahuan, tapi membantu siswa berkomunikasi.  

3.       Skil untuk Hidup pada Abad 21
Akhir-akhir ini, kebutuhan terhadap skil untuk hidup pada abad 21 tergantung pada pendidikan. Akan tetapi, merubah karakter dengan pendidikan adalah hal yang tidak mudah, hal ini adalah tentang cara pandang/piker, sikap, dll. Skil untuk hidup di abad 21 adalah tentang keterampilan berpikir kritis, keterampilan memahami dan memutuskan masalah, keterampilan berkomunikasi, keterampilan berkolaborasi, dan melek literasi informasi. Dalam (Pedoman Belajar Bahasa Asing, 2012) diberikan tuntunan untuk memiliki kesadaran global yang lebih dan cara belajar menyadari koneksi dengan dunia. Sebaliknya, juga digiatkan metode mengajar untuk membuka mata individu siswa dalam memperdalam pengetahuan secara mandiri.
Dalam semua metode belajar bahasa asing di atas, terdapat tujuan untuk mendorong peningkatan mutu kemanusiaan dan membangun skil untuk hidup pada abad 21 melalui pembelajaran bahasa dan budaya. Artinya, tujuannya bukan sekadar bisa berbicara bahasa asing, tapi berkembang (pengembangan diri) sabagai manusia dan punya kemampuan/skil. Belajar bahasa asing adalah salah satu langkah untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Bahwa melalui pembelajaran bahasa asing kita terhubung dengan orang lain, masyarakat dan dunia. Kata “belajar” dan “kosa kata” secara konteks berarti melakukan komunikasi, menentukan tema yang relevan, lalu berdasarkan tema tersebut melakukan proses pembelajaran. Sedapat mungkin, tema ditentukan sendiri. Misalnya, untuk tahun 1 “kehidupan sekolah”, untuk tahun 2 “lalu lintas dan perjalanan”, dan tahun 3 “Alam lingkungan”.
Setelah itu, buatlah kelompok belajar, susun rencana bersama kelompok, cari bahan yang berhubungan dengan tema, lakukan wawancara atau angket melalui “google hangout”, dan kumpulkan informasi. Informasi yang terkumpul diskusikan di dalam kelompok, sampaikan tanggapan, buat presentasi, lalu tampilkan di depan kelas. Aktivitas ini tidak mutlak hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas. Sebab, di sini (di luar kelas) ada dunia nyata, di mana kita bisa berhubungan/belajar dengan masyarakat dan dunia.
Evaluator pembelajaran tidak hanya guru. Diri sendiri dan/atau rekan juga bisa melakukannya. Dengan ini siswa bisa belajar untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Siswa secara individu mengetahui lebih baik tentang dirinya jika kita menerapkan metodologi (evaluasi bersama di atas) yang seperti ini.
Pada sebuah PT, seorang siswa mestinya memilih tema sesuai dengan minatnya, mendiskusikan bersama rekan, lalu menuangkan dalam tulisan. Siswa menuangkan pikiran sendiri ke dalam tulisan, tulisan itu lalu dibaca dan mendapatkan komentar dari rekan/orang lain. Dari sini bisa ditemukan hal-hal yang tidak akan disadari jika dilakukan sendiri. Melalui pembelajaran yang seperti ini, kita bisa lebih tahu diri. Memiliki kepercayaan diri, dan mungkin menjadi individu yang baru.

Penutup
Siswa, guru, dan sekolah! Sambil mendengarkan pembicaraan pada seminar hari ini dan besok, mari kita pikirkan perubahan apa yang bisa kita buat. Khusus untuk para siswa, Anda adalah generasi muda. Cara belajar baru di PT dan diri Anda tentu telah mengalami perubahan. Indonesia, dunia berubah tergantung pada Anda-Anda. Untuk itu, Saya rasa perlu adanya perubahan dari dalam diri.
Duduk tenang di kelas, belajar rajin adalah hal penting. Tapi, pembelajaran sekarang tidak lagi menurut guru, belajar menurut niat/tujuan sendiri. Siswa adalah actor utama belajar. Memukan topic yang diminati, mengumpulkan informasi, bertanya pada teman dan guru, menganalisa, lalu mengimplikasikannya.
Jangan seperti anak burung yang menunggu makanan, carilah sendiri restoran yang disukai, pilih sendiri menunya. Atau, belanja sendiri, masak sendiri, pasti nikmat sekali ketika menyantapnya.

Disajikan pada “International Seminar Language and Arts” yang diselenggarakan oleh FBS UNP di Pangeran Beach Hotel Padang.
Diterjemahkan oleh Hendri Zalman.

No comments:

Post a Comment