Perubahan makna tidak terjadi
begitu saja, ada faktor yang melatarbelakangi atau memotivasinya. oleh karana
itu, untuk mencari makna kata yang berpolisemi kita harus melihat hubungan yang
terdapat di antara kalimat-kalimat yang ada, seperti yang diistilahkan kawakami
(dalam Dedi,2003: 172) dengan konsep thing
and relation. Selanjutnya, untuk
mendeskripsikan hubungan antara makna-makna yang ditemukan, Momiyama, Honda,
Kashino (dalam Sutedi, 2003: 178) menganjurkan untuk menggunakan tiga gaya
bahasa, yaitu; metafora, metonimi, dan sinekdoke.
Mengenai definisi gaya bahasa di
atas, Momiyama (dalam Sutedi, 2003: 178) menjelaskan sebagai berikut; 1)
metafora merupakan penyamaan sesuatu dengan sesuatu lainnya karena persamaan/
kemiripannya, 2) metonimi merupakan pengumpamaan sesuatu dengan sesuatu lainnya
karena kedekatan atau adanya keterkaitan secara ruang atau waktu, 3) sinekdoke
merupakan pengumpamaan sesuatu yang umum dengan yang khusus atau
sebaliknya.
Selanjutnya,
Sutedi (2009: 81) mengatakan bahwa ada tiga tahap yang dilalui dalam
menganalisa perluasan makna atau polisemi, yaitu; pengkelasifikasian, menentukan
makna dasar, dan mendeskripsikan hubungan antara makna-makna yang didapat.
Pengkelasifikasian makna dan menentukan makna dasar bisa dilihat langsung dari
kamus, dan khusus untuk perihal menentukan makna dasar, maka kamus yang
digunakan adalah kamus yang memang menentukan mana yang makna dasar dan mana
yang makna perluasan. Tidak bisa kamus yang mencampurkan begitu saja makna dasar
dengan makna perluasan tanpa penjelasan. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan kamus dasar bahasa Jepang (2002) terbitan Humaniora Utama Press.
Polisemi kata deru
(出る)
a.
Kelasifikasifikasi dan makna dasar
Menurut
Kamus Dasar bahasa Jepang (2002) terbitan Humaniora Utama Press, kata deru memilki makna sebagai berikut:
1.
Keluar
2.
Muncul
3.
Dimuat
Dari ketiga makna di atas,
dikatakan bahwa makna pertama (no. 1) merupakan makna dasar dari kata deru.
b.
Penggunaan kata deru dalam berbagai
konteks dan maknanya, serta analisa tentang hubungan antara makna-makna yang
ada.
Sebelum
membahas kepolisemian makna kata deru,
berikut dipaparkan beberapa data tentang penggunaan kata deru;
No.
|
Ungkapan/
Kalimat
|
Makna
|
1.
|
家を出る
|
Keluar
rumah
|
2.
|
星が出る
|
Bintang
muncul
|
3.
|
この品はよく出る
|
Barang
ini sangat laku
|
4.
|
この学校から名士がたくさん出た
|
Sekolah
ini sudah banyak menghasilkan tokoh masyarakat
|
5.
|
市役所に出ている
|
Bekerja
di kantor walikota
|
6.
|
コーヒーが出ます
|
Kopinya
akan datang
|
7.
|
どうでるかみていよ
|
Lihat
saja sikap apa yang akan diambilnya
|
8.
|
悪意が顔にでる
|
Pikiran
jelek tercermin dari mukanya
|
9.
|
その火事が新聞に出た
|
Kebakaran
itu dimuat di koran
|
Contoh
satu (1)merupakan makna dasar (kihongi)
dari kata deru. Jika kita perhatikan
secara lahiriah, maka dapat kita gambarkan makna dasar kata deru sebagai berikut;
a.
Adanya sesuatu yang melakukan/ tidak
sebuah aktifitas
b.
Proses aktifitas tersebut melibatkan ruang
dan waktu
c.
Adanya dua wadah yang terlibat; pertama
wadah yang merupakan tempat awal, kedua wadah yang merupakan tempat akhir dari
perpindahan sesuatu tersebut.
Beberapa rumusan tentang makna
dasar kata deru di atas bisa
dikatakan sebagai prototipe dari kata deru itu sendiri. Berdasarkan prototipe ini,
paling tidak bisa dianalisa hubungan makna kata deru yang ada pada contoh satu
dengan yang lainnya.
Jika kita amati contoh dua (2)
dan seterusnya, diketahui bahwa kesemua contoh berada di luar prototipe deru
yang disusun di atas. Oleh karena itu, kita akan mencoba mencermati perubahan
maknanya denga melihat kemiripan yang terdapat pada keduanya. Pada contoh dua (2),
adalah tidak mungkin bintang bergerak dari dalam/ tempat tersembunyi/ tidak
terlihat dan menampakkan diri, akan tetapi, perubahan terangnya siang menjadi
gelapnya malam, membuat bintang seolah-olah muncul dari suatu tempat yang
tersembunyi/ melakukan aktifitas menampakkan diri. Karena itu, pada kasus ini,
kata deru dikatakan berubah secara
metonimi. Hubungannya adalah keterikatan antara perubahan terang menjadi gelap
dengan penampakan cahaya yang berada pada bintang.
Sama dengan contoh dua (2), pada
contoh tiga (3) makna deru juga mengalami
perubahan secara metonimi. Hubungannya dapat dipahami dengan analisa sebagai
berikut; banyaknya subjek lain (pembeli) yang membeli subjek kalimat (shina), aktifitas si pembeli ini jika
diamati membuat subjek (shina)
seolah-olah melakukan aktifitas keluar dari suatu tempat ke tempat lain,
padahal yang melakukan aktifitas itu hanyalah si pembeli. Hal yang sama juga
terjadi pada contoh sembilan (9). Ciri metoniminya dapat dipahami sebagai;
bahwa berita yang termuat mewakili kebakaran, bukan kebakaran yang dimuat.
Pada contoh empat (4), kata deru mengalami perubahan makna secara
metonimi. Karena jika kita amati secara detail, tentu tokoh-tokoh yang dimaksud
tidak langsung menjadi tokoh masyarakat atau banyak unsur lain seperti
pengalaman, pelatihan praktis, bimbingan khusus, dan lain-lain yang mereka
lewati. Artinya, ada proses panjang bahkan tidak menutup kemungkinan banyak unsur-unsur
lain yang ternyata lebih berperan membentuk mereka sampai dikenal sebagai tokoh
masyarakat. Akan tetapi, karena secara linguistik orang lebih mengetahui dan
mempercayai sekolah dari pada unsur-unsur di atas, maka, si pembicara memilih
sekolah sebagai perwakilan dari komponen atau unsur-unsur lain tersebut.
Pada contoh lima (5), kata deru juga mengalami perubahan makna
secara metafora. Aktifitas bekerja yang biasanya dinyatakan dengan kata tsutomete iru atau hataraite iru diwakili oleh kata dete iru. Hal ini terjadi adalah karena aktifitas berulang-ulang
yang tersirat dalam kata dete iru menuju
satu tempat (kantor walikota) mirip dengan aktifitas orang yang bekerja di
sana. Artinya, hanya orang yang bekerja di suatu tempatlah yang akan melakukan
aktifitas seperti ini. Karena itu, kata dete
iru di sini bisa dimaknai sebagai aktifitas bekerja.
Sama dengan contoh empat (4),
kata deru pada contoh enam (6) juga
mengalami perubahan makna secara metonimi. Di sini kata deru mengandung makna yang mirip dengan makna dasarnya yaitu
datang/ keluar. Sangat tidak masuk akal jika kopi akan datang begitu saja, yang
memungkinkan adalah seseorang dengan membawa kopi akan datang. Untuk mewakili
kompleksitas seseorang (bisa jadi seorang pelayan) yang akan datang menyuguhkan
kopi ternyata bisa diwakili oleh kata kopi yang seolah-olah datang. Oleh karena
itu, ungkapan pada contoh ini bisa dikatakan mengalami perubahan makna secara
metonimi.
Berbeda dengan contoh enam (6),
pada contoh 7 kata deru mengandung
makna yang jauh berbeda dengan makna dasarnya, yaitu menjadi sikap/ keputusan.
Pada contoh ini kata deru mengalami perubahan makna secara metafora. Kesamaan/
kemiripan sikap, keputusan dengan kata keluar dapat dijelaskan seperti ini; a)
sebelum dinyatakan, sikap dan keputusan terpendam di dalam diri si pembuat keputusan,
b) sikap dan keputusan merupakan sesuatu yang akan dinyatakan/ dikeluarkan oleh
seseorang. Oleh karena itu, kata deru,
sesuai dengan konteks kalimatnya bisa mengandung makna sikap atau keputusan.
Mirip dengan contoh tujuh (7),
pada contoh delapan (8), kata deru juga mengalami perubahan makna secara
metafora. Persamaannya dapat ditemukan di sini adalah berupa ekspresi yang
tidak sedap/ enak dipandang.
Dari analisa konteks ujaran di
atas, ditemukan bahwa di samping makna yang tertulis dalam kamus sumber, deru
juga mempunyai makna lain seperti; bekerja,
disuguhkan, tercermin, sikap, dan laris/ laku.
Polisemi kata ude
(腕)
Masyarakat Jepang adalah
masyarakat pekerja, karena itu organ tubuh yang berkaitan erat dengan pekerjaan
seperti tangan dan kaki menjadi simbol produktifitas seseorang. Hanya saja,
tentu cara pengekspresiannya lewat bahasa berbeda dengan negara lain di luar
Jepang. Tapi, hal ini bisa dipahami dalam konteks universal seperti halnya
arah; kanan dan atas dianggap identik dengan kebaikan/ positif/ kelebihan, dan
lain-lain, sedangkan kiri dan bawah identik dengan keburukan/ negatif/
kekurangan, dan lain-lain.
a.
Kelasifikasifikasi dan makna dasar
Menurut
Kamus Dasar bahasa Jepang (2002)
terbitan Humaniora Utama Press, kata ude memilki makna sebagai berikut:
1.
Lengan
2.
Kemampuan
Sesuai dengan aturan dalam kamus
di atas, makna pertama (no. 1) merupakan makna dasar dari kata ude.
b.
Penggunaan kata ude dalam berbagai konteks dan maknanya, serta analisa tentang
hubungan antara makna-makna yang ada:
1.
腕を見せる memperlihatkan
lengan
Di atas sudah disinggung bahwa
masyarakat Jepang adalah masyarakat pekerja, oleh karena itu, sangat
memungkinkan jika ungkapan ude wo miseru
yang sebenarnya berarti memperlihatkan lengan berubah makna menjadi
memperlihatkan kemampuan, tentunya yang bisa dilihat orang.
2.
腕が上がる lengannya naik
Atas dan kanan secara universal
identik dengan kebaikan, positif, dan kelebihan. Oleh karena itu, aktifitas
yang mengarah ke atas seperti yang terjadi pada ungkapan ini, menjadi motif
yang sangat memungkinkan kalimat ini dimaknai dengan meningkatnya kemampuan
atau menjadi pandai.
3.
医者の腕を信頼する percaya
pada lengan dokter
Kerja dokter adalah menyembuhkan
pasien. Pekerjaan yang ditentukan oleh kesabaran kecermatan intelegensi bukan kekuatan. Yang
dipercaya pada ungkapan ini bukanlah pada keterampilan tangan si dokter, akan
tetapi lebih mengacu pada intelegensinya (karena ia seorang dokter). Artinya,
di sini terlihat jelas bahwa kata ude tidak hanya bermakna kemampuan fisik,
tetapi juga kemampuan nan fisik.
4.
彼の腕は鈍った lengannya
mengendur/ melemah
Pada tiga contoh di atas, makna
ude yang dikupas cenderung mengacu ke arah positif. Pada contoh yang ini,
secara harfiah diartikan dengan lengannya menurun. Hal ini tentu berkaitan
dengan hal yang sifatnya negatif. Kalau naik dimaknai sebagai meningkatnya
kemampuan atau menjadi pandai, tentunya ungkapan menurun ini memiliki makna
kemampuan yang berkurang.
5.
彼の腕はまだ確かだった lengannya
belum pupus
Secara harfiah, ungkapan di atas diartikan dengan
lengannya belum pupus. lengan pada
contoh di atas mengandung dua makna, yaitu; pamor dan kemampuan. Pamor nampak
dari minat orang terhadap dia, sedangkan kemampuan mengacu pada kemampuan/
keterampilannya. Makna seperti ini juga
bisa dianalisa pada contoh c. Lengan dokter tentu tidak bisa hanya diartikan
sebagai kemampuan dokter, karena yang paling berpengaruh dan membuat orang
percaya di sini adalah pamor yang muncul barangkali karena cerita orang,
gelarnya, dan lain-lain. Belum tentu kemampuan kedokterannya dalam menyembuhkan
orang sakit .
Dari beberapa contoh di atas,
disamping makna yang ada di dalam Kamus Dasar Bahasa Jepang (2002), ditemukan
bahwa makna lengan tidak hanya sebagai bagian dari tubuh dan kemampuan, tapi
bisa juga dipahami sebagai pamor
seseorang
Polisemi kata saki
(先)
a.
Kelasifikasifikasi dan makna dasar
Menurut
Kamus Dasar bahasa Jepang (2002) terbitan Humaniora Utama Press, kata saki memilki makna sebagai berikut:
1.
Tadi
2.
Duluan
3.
Ujung
4.
Masa datang/ depan
5.
Tempat tujuan
Sesuai dengan aturan dalam kamus
di atas, makna pertama (no. 1) merupakan makna dasar dari kata saki.
b.
Penggunaan kata saki dalam berbagai konteks dan maknanya, serta analisa tentang
hubungan antara makna-makna yang ada:
1.
先ここにいた人は私の彼です orang
yang di sini tadi pacar saya
Ungkapan pada contoh satu (1) ini
mengacu pada makna dasar dari kata saki,
bersifat hakiki waktu. Barangkali akan lebih mudah membuat prototipe makna
dasar kata saki ini dengan mangamati
gambar berikut:
1
|
3
|
2
|
1
|
2
|
3
|
Anggaplah gambar di atas sebagai panjangnya hari
dalam sehari. Angka satu (1)mengacu pada pagi (awal), angka dua (2) mengacu
pada siang (tengah), dan angka tiga (3) mengacu pada sore (ujung). Jika kita
memandang dari titik satu (3), maka yang dimaksud dengan tadi adalah bagian
yang ditunjukakkan oleh titik satu (1) sampai di atas titik dua (2)/ sebelum
titik tiga (3). Dan jika patokan kita adalah titik dua (2), maka tadi mengacu
pada titik satu (1) sampai mendekati titik dua (2)/ sebelum titik dua (2). Artinya,
tadi merupakan bagian dari waktu yang berada di belakang/ sebelum waktu
sekarang/ waktu yang menjadi patokan kita.
2.
私より数メートル先を歩く berjalan
beberapa meter di depan saya
Sementara itu, jika kita
perhatikan kalimat pada contoh dua (2), terlihat bahwa telah terjadi perubahan
atau pergeseran makna pada kata tadi (saki),
dari sesuatu yang bersifat waktu ke
sesuatu yang bersifat ruang. Untuk mengetahui hal yang barangkali melatar
belakangi perubahan ini kita harus mengamati posisi subjek dari kalimat
tersebut. Di sini dikatakan bahwa subyek berjalan beberapa meter di depan saya.
Jika kita coba mengilustrasikannya dengan gambar pada contoh satu (1), kalau
posisi subyek yang saya bicarakan berada
pada titik dua (2), maka posisi saya tentunya berada di antara titik satu (1)
dan sebelum titik dua (2). Artinya, dari segi ruang, jelas posisi saya jauh
lebih dekat dengan titik awal dari pada dia, atau dengan kata lain, si dia
lebih dekat dengan titik tengah. Jika titik awal (1) adalah waktu lampau dan
titik tengah (2) adalah sekarang, jelas saya lebih identik dengan lampau/ tadi
dari pada si dia yang dibicarakan. Simpulannya, hitungan mundur waktu sejalan/
mirip dengan hitungan mundur posisis (ruang), karena kemiripan itu, perubahan
ini tergolong pada metafora.
3.
先に帰る duluan pulang
Sedikit berbeda dengan contoh dua
(2), pada contoh tiga (3) ini kata saki
berubah makna secara metafora. Hanya saja di sini, titik awal/ masa lampau
disiratkan langsung oleh kata pulang, karena itu, titik awal/ masa lampau yang
dimaksud tentulah saat mereka mulai bekerja sampai sesaat sebelum muncul
pernyataan duluan pulang. Persamaannya di sini adalah persamaan secara waktu,
yaitu sama-sama berada di awal waktu/ lebih awal.
4.
行き先がわからない tidak tahu tempat tujuan
5.
君はまだ先が長い kamu masih panjang hari depannya
6.
私の誕生日はまだ先です ulang tahun saya masih lama
7.
その先を話してください ceritakan kelanjutannya
8.
ふでの先ですみをつける mengoleskan tinta di ujung fude
Kata saki
dalam kalimat pada contoh empat (4), lima (5), enam (6), tujuh (7), dan delapan
(8) ini, mengalami proses perubahan makna secara metafora. Persamaan antara makna dasar tadi dengan makna
perluasan tempat tujuan (4), masa depan (5), lama (6), kelanjutan (7), dan
ujung (8) ditunjukkan oleh kenyataan bahwa ketiga makna perluasan ini sama-sama
mengacu pada sesuatu hal/ masa yang belum
sampai/ tuntas/ akan dituju/ berada di depan.
Dari beberapa contoh di atas,
disamping makna yang ada di dalam Kamus Dasar Bahasa Jepang (2002), ditemukan
bahwa perluasan makna tadi (saki)
tidak hanya sebagai duluan, ujung, masa depan, dan tempat tujuan, tapi bisa
juga dipahami sebagai; kelanjutan, lama,
dan di depan.
.
Daftar Pustaka
Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan
Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama
Press
Sutedi, Dedi. 2002. Kamus Dasar Bahasa Jepang.
Bandung: Humaniora Utama Press
Sutedi, Dedi. 2009. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora
谷口一美。2006.忍知言語学:学びエクササイズ。東京:株式会社ひつじ書房
No comments:
Post a Comment