Saturday, April 14, 2012

LAPORAN PRAKTEK MENGAJAR MATA KULIAH SHOUKYU SAKUBUN II DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

A.    PENDAHULUAN

Haasibu qobla an tuhaasabu
Kalimat di atas adalah salah satu ungkapan yang cukup di dalam dunia pendidikan tradisional (baca pesantren) di Indonesia.  Secara harfiah ungkapan tersebut berarti “hitunglah dirimu sebelum menghitung orang lain”.  Akan tetapi, ungkapan tersebut sebenarnya mengandung makna dan fungsi yang lebih luas.  Berangkat dari makna dasar sebagai sebuah teguran, ungkapan ini pada realitanya, banyak digunakan sebagai nasihat untuk selalu memperbaiki diri di dunia pendidikan tradisional.  Sangat relevan dengan teori evaluasi pendidikan dan pembelajaran yang kemudian berkembang di jaman modern seperti sekarang.
Kemajuan metodologi pembelajaran dari tradisional menuju modern memang telah terlihat nyata pada hampir seluruh komponen yang ada dalam dunia pendidikan.  Mulai dari sistem pendidikan, ketersediaan lembaga, ketersediaan tenaga pengajar, pendekatan pembelajaran, media dan instrumen pembelajaran, strategi/teknik pembelajaran, sampai kepada dukungan pihak eksternal.  Akan tetapi, yang sampai saat ini masih menjadi tanda tanya besar, mengapa dunia pendidikan kita belum maju-maju juga?
Ada banyak pendapat berkembang seputar itu, dan memang selalu begitu.  Sebagai seorang mahasiswa sekaligus sebagai calon guru, maka saya lebih tertarik melihatnya dari sudut pandang guru itu sendiri.  Mengapa saya mengajukan sebuah ungkapan di awal bab ini?  Tujuannya bukanlah sebagai bab penghantar saja, melainkan adalah sebagai renungan bagi para guru bahwa status pengajar bukanlah mengandung makna sebagai orang “lebih” atau “dahulu” dari orang lain (baca pelajar), sehingga tidak perlu lagi untuk belajar memperbaiki diri.  Akan tetapi, justru karena status sebagai pengajarlah, seorang guru mesti lebih mawas diri dan selalu mengevaluasi diri.

B.    PEMBAHASAN

Seacara umum, bagian pembahasan laporan praktik pembelajaran ini, saya kelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu; 1) tahap persiapan, 2) tahap pelaksanaan, 3) tahap Evaluasi.  Tahap persiapan berisi aktivitas yang saya lakukan sebelum proses pembelajaran dilaksanakan, tahap pelaksanaan berisi aspek metodologis dalam pembelajaran, dan tahap evaluasi berisi aktivitas yang saya lakukan setelah proses pembelajaran dilaksanakan.

1.    Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini, ada empat aktivitas penting yang saya lakukan; a) menemui dosen pengampu mata kuliah terkait, b) observasi ke kelas ketika dosen terkait mengajar, c) menyusun rancangan pembelajaran, d) diskusi dengan dosen terkait. Aktivitas pertama, menemui dosen mata kuliah terkait, pada awalnya saya niatkan untuk melakukan semacam penjajakan sekaligus untuk mengetahui segala hal tentang mata kuliah sakubun ini.  Tujuan akhirnya adalah sebagai pertimbangan untuk maju mengambil kesempatan (meminta izin) atau mundur berganti haluan, mencari mata kuliah lain yang rasanya cocok dengan saya.  Akan tetapi, yang terjadi justru di luar dugaan, saya langsung diberikan jadwal mengajar, yaitu petemuan kedua setelah minggu pertemuan tersebut.  Diskusi tentang perihal mata kuliah dan kondisi mahasiswa pun tidak bisa terlaksana seperti yang direncanakan.
Alhasil, seminggu setelah pertemuan tahap pertama, saya masuk ke kelas bersama dosen pengampu mata kuliah sebagai seorang observer.  Tujuan observasi ini sebenarnya adalah untuk mengetahui kondisi kelas, aktivitas pembelajaran, dan lain-lainnya.  Saat itu, sangat disayangkan sekali, saya tidak bisa melihat aktivitas kelas (alur pembelajaran) secara utuh, karena pertemuan hari itu dihabiskan untuk mengevaluasi serta memberikan feedback terhadap tugas mahasiswa yang dikumpulkan pada pertemuan sebelumnya.
Selesai observasi, barulah saya mendapatkan materi yang akan saya ajarkan pada pertemuan berikutnya, yaitu materi pada bab 10 pada buku ajar shokyu sakubun II, beserta instruksi khusus seputar alur pembelajaran yang harus saya lalui.  Alur tersebut adalah, mereviu kemampuan mahasiswa dalam menggunakan pola kalimat (bunkei) pada bab 10, mengadakan latihan menulis kalimat (bunsaku), latihan menulis karangan (sakubun, tema terserah pengajar), dan ditutup dengan memberikan tugas rumah kepada siswa untuk mengerjakan latihan yang ada pada bagian akhir bab 10.
Aktivitas ketiga, setelah observasi adalah tahap penyusunan rancangan pembelajaran.  Sehubungan dengan ini, selain membuat alur pembelajaran seperti yang diinstruksikan dosen pengampu, saya pun menyiapkan media dan strategi pembelajaran yang akan saya usung.  Seluruh aktivitas latihan, baik latihan menulis kalimat (bunsaku), ataupun menulis karangan (sakubun) saya berencana menerapkan strategi cooperative learning.  Khusus pada tahap latihan menulis karangan (sakubun), saya mencoba menggunakan media roleplay, dengan dibantu pendekatan struktural dalam dunia penulisan jurnalistik (5 W + 1 H) sebagai instruksi yang akan mengiringi roleplay. ( RPP, roleplay 5 W + 1 H terlampir).
Kegiatan terakhir pada tahap persiapan ini, yaitu kegiatan diskusi metodologis, khususnya tentang strategi, media, dan tema yang akan saya angkat, ternyata tidak bisa terlaksana seperti yang direncanakan.  Akhirnya, finallah persiapan saya seperti yang dibahas pada paragraf-paragraf sebelum ini.

2.    Tahap Pelaksanaan

Lazimnya seperti pelaksanaan pembelajaran umumnya, tahap pembelajaran ini saya kelompokkan menjadi tiga tahapan.  Yaitu; a) pembukaan, b) isi, c) penutup.  Tahap pembukaan (a) saya mulai dengan menyampaikan salam seraya menyapa mahasiswa, mencek kehadiran mahasiswa, dan memancing motivasi mahasiswa dengan sedikit kelakar.  Tentunya sesuai dengan perencanaan dan alokasi waktu yang telah saya atur dalam rancangan pembelajaran.  Mahasiswa yang hadir saat itu adalah sebanyak 26 orang dari 32 orang yang terdaftar pada daftar hadir.
Tahap berikutnya (b), adalah penyampaian isi/ materi pelajaran, latihan menulis kalimat, dan latihan menulis karangan.  Kegiatan pertama yang saya lakukan adalah pada tahap ini adalah bertanya secara umum (mahasiswa menjawab bersama) tentang pemahaman mereka terhadap materi (baca bunkei) pada bab 10.  Selanjutnya, satu per satu meraka diinstruksikan membaca dan menerjemahkan contoh-contoh penggunaan bunkei (fukushu).  Setelah itu, sesi ini ditutup dengan penjelasan dari dosen tentang bagian bunkei yang dirasa sulit oleh mahasiswa.  Tujuan dari instruksi pada bagian ini sebenarnya adalah untuk meninjau kemampuan mahasiswa sekaligus mempersiapkan mahasiswa sebelum mengerjakan latihan yang akan diberikan. 
Sesi kedua dari tahap penyampaian materi ini adalah mengerjakan latihan, yaitu latihan menulis kalimat dan latihan menulis karangan.  Pada kedua kegiatan ini saya menerapkan metode cooperative learning, dengan rincian; terdiri dari lima kelompok, masing-masing kelompok, kecuali satu, beranggotakan lima orang (jumlah 26 orang).  Untuk kegiatan menulis malimat, setiap kelompok diinstruksikan untuk menulis lima buah (5) kalimat secara acak dengan menggunakan bunkei pada bab 10.  Sebagai catatan,  untuk pemerataan kemampuan tiap-tiap kelompok dan mencegah munculnya “kelompok arisan”, pembagian kelompok langsung di bawah instruksi dosen.
Selanjutnya, setelah tugas membuat kalimat secara acak dilaksanakan,  tiap-tiap kelompok menuliskan kalimat acakannya di papan tulis.  Berikutnya, tiap-tiap kelompok, masing-masing memilih satu kelompok lain, lalu menulis kalimat acak kelompok yang dipilihnya sesuai dengan susunan yang benar.  Sesi ini ditutup dengan diskusi (cek dan ricek) seputar koreksian yang telah dilakukan.  Kelompok yang paling sedikit salahnya diapresiasi sebagai pemenang, dan yang paling banyak salah tentunya jadi pihak yang kalah.  Pada sesi ini, dosen hanya berfungsi sebagai mediator dan pemberi penegasan.
Setelah kegiatan menulis kalimat selesai, mahasiswa dipersiapkan untuk melanjutkan aktivitas selanjutnya, yaitu menulis sebuah karangan.  Seperti yang telah disinggung sekilas pada sub bab tahap persiapan, selain menggunakan metode cooperative learning, pada sesi ini juga digunakan media roleplay yang berisi teknik penulisan 5 W + 1 H.  Pertama-tama, setelah setiap kelompok mendapatkan roleplay, dosen memberikan penjelasan seputar instruksi yang tertulis di roleplay.  Menjelaskan hubungan instruksi tersebut dengan materi (baca bunkei) yang dipelajari hari ini.  Penjelasan dari dosen pada sesi ini diakhiri dengan pemberian kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya tetang bagian-bagian yang belum mereka pahami seputar latihan menulis karangan.  Setelah itu, barulah mahasiswa mulai menulis karangan secara berkelompok sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan.  Sesi ini ditutup dengan penyerahan karya/ karangan mahasiswa kepada dosen.  Untuk feed-back, direncanakan untuk pertemuan selanjutnya.
Tahap berikutnya adalah tahap akhir, yaitu sesi penutupan (c).  Sesi ini pertama-tama diisi dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa (dalam hal ini perwakilan mahasiswa) untuk menanggapi materi yang mereka pelajari hari ini.  Sebagai penutup, dosen memberikan tanggapan dengan respon yang positif (mendidik dan memotivasi) terhadap apa yang disampaikan siswa.  

3.    Tahap Pasca Pelaksanaan/ Evaluasi

Sesuai dengan sistematis kegiatan yang telah dilaksanakan, maka tahap evaluasi ini juga saya bagi menjadi dua tahap, yaitu evaluasi tahap persiapan dan evaluasi tahap pelaksanaan.  Evaluasi pada tahap persiapan saya istilahkan dengan evaluasi subjektif, karena hanya berdasarkan pengalaman selama proses persiapan.  Sedangkan evaluasi pada tahap pelaksanaan lebih kompleks, subjektif dan objektif.  Subjektif karena dipengaruhi oleh catatan pribadi, observer, dan tanggapan mahasiswa, objektif karena berdasarkan fakta yang ditemui di lapangan.

a.    Evaluasi Tahap Persiapan

Berdasarkan pengalaman praktik mengajar ini, selain dari rangkaian aktivitas yang telah saya lakuakan pada tahap persiapan, saya menemukan beberapa hal menarik lainnya yang nampaknya sangat penting untuk diterapkan sebelum masuk ke dalam kelas.  Yaitu:
1)    Meminta pihak lain, khususnya sesama pengajar yang pernah mengampu bidang yang mau diajarkan untuk mencari kelemahan dan memberikan masukan terhadap rancangan alur pembelajaran yang kita susun.  Tujuannya supaya kita bisa mengelola waktu dan mahasiswa secara baik sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
2)    Mengadakan kolaborasi secara kontiniu dengan pengajar mata kuliah lain yang mempunyai hubungan dengan bidang yang kita ampu, dalam hal ini seperti pengajar mata kuliah bunpo dan goi.  Tujuan akhirnya supaya komposisi (baca bunpo dan goi) yang mereka dapat sebelum mengikuti mata kuliah sakubun, memberikan relevansi yang  lebih nyata, praktis, dan tepat guna.
3)    Memonitoring kecenderungan mahasiswa secara umum,  supaya topik yang kita pilih untuk dijadikan sakubun benar-benar sesuatu yang menarik minat siswa dan bisa mengeluarkan potensi-potensi yang barangkali selama ini tidak tersalurkan pada mata kuliah lainnya.    

b.    Evaluasi Tahap Pelaksanaan

Tidak seperti tahap persiapan yang berjalan hampir tampa hambatan.  Pada tahap pelaksanaan ini, saya menemukan beberapa masalah, di antaranya:
1)    Masalah pengalokasian waktu
2)    Masalah pengelolaan kelas
3)    Masalah perbedaan latar kultur (sikap dan tata-saji)
Masalah-masalah di atas bisa dikatakan sangatlah objektif karena berdasarkan temuan dari observer yang mendampingi saya, dan yang saya rasakan sendiri.  oleh karena itu, untuk menindak lanjuti hal ini, dari evaluasi bersam rekan sejawat dan dosen pembimbing, mencuat solusi sebagai berikut:
1)    Jangan terlalu terpaku pada alokasi waktu yang telah dibuat.  Akan tetapi, cermati dan perhatikan perkembangan/ perubahan kondisi kelas selama mengajar.  Jika terlihat perubahan sistuasi yang kurang baik, ada baiknya, alokasi waktu yang disediakan untuk aktivitas kelas tersebut dikurangi saja.  Artinya, alokasi waktu seperti rancangan hanya berlaku untuk kegiatan yang bisa menciptakan situasi positif.
2)    Untuk masalah pengelolaan kelas, sebaiknya seorang pembelajar memahami betul kemampuan, karakter, dan kecenderungan mahasiswa.  Karena, bagaimanapun juga, secara psikologis, sebuah masyarakat akan lebih bisa dikontrol dan diarahkan oleh orang yang memahami karakter, kemampuan, dan kecenderungan (kebiasaan/kesukaan) masyarakat tersebut.
3)    Untuk masalah yang ketiga ini, di samping harus mengetahui kultur dan tata-cara di tempat proses pembelajaran dilakukan, seorang pembelajar juga mesti selalu meminta masukan dari orang lain.  Orang-orang yang akan dimintai masukan itu adalah; teman sejawat, pimpinan, dan yang paling penting adalah mahasiswa itu sendiri.    

C.    PENUTUP

 Pemaparan realita dalam praktik mengajar shokyu sakubun II di atas, dapat diambil beberapa poin penting, di antaranya:
1)    Mengajar itu sama dengan belajar.  Untuk itu, seorang pengajar harus selalu mengevaluasi diri untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
2)     Sebelum melaksanakaan proses pembelajaran, diperlukan rancangan yang komplit seputar alur pembelajaran.
3)    Untuk kepentingan pembuatan rancangan, sebaiknya berkolaborasi dengan senior, rekan sejawat, ataupun pengajar lain yang bidangnya berhubungan dengan bidang yang akan kita ajarkan.
4)    Selama proses pembelajaran berlangsung, berusahalah untuk memetakan kemampuan, karakter, dan kecenderungan umum mahasiswa.  Tujuannya adalah supaya kita bisa menemukan strategi dan media yang cocok untuk memancing dan mengeluarkan potensi mereka.  

No comments:

Post a Comment